BAB
I
PENDAHULUAN
I.I Latar
Belakang
Thalassemia
merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang
diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan
Italia. Enam
sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau
sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita
thalassemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) thalassemia,
dan 25% kemungkinan bebas thalassemia . Sebagian besar penderita thalassemia
adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun 1.
Thalassemia
juga merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling sering terjadi di
dunia, sangat umum dijumpai di sepanjang sabuk thalassemia yang sebagian besar
wilayahnya merupakan endemis malaria. Heterogenitas
molecular penyakit tersebut baik carrier thalassemia-α maupun carrier
thalassemia-β sangat bervariasi dan berkaitan erat dengan pengelompokan
populasi sehingga dapat dijadikan petanda genetic populasi tertentu2.
Thalassemia
ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia
Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum
pertama sekali ditemui pada tahun 1925 . Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia,
hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk.
Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina
Selatan yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga
memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu
(Melayu awal) dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut
Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip Mongoloid yang kuat. Keseluruhan
populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan,
Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores 3.
Pada
tahun 1955, Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai, telah melaporkan adanya 3 orang
anak menderita thalassemia mayor dan 4 tahun kemudian ditemukan 23 orang anak
dengan penyakit yang serupa di Indonesia. Dalam kurun waktu 17 tahun, yaitu
dari tahun 1961 hingga tahun 1978 telah menemukan tidak kurang dari 300
penderita dengan sindrom thalassemia ini.
Kasus-kasus
yang serupa telah banyak pula dilaporkan oleh berbagai rumah sakit di
Indonesia, di antaranya Manurung (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak F.K.
Universitas Sumatera Utara Medan telah melaporkan 13 kasus, Sumantri (1978)
dari bagian Kesehatan Anak F.K. Universitas Diponegoro Semarang, Untario (1978)
dari bagian Ilmu Kesehatan Anak F.K. Airlangga, Sunarto (1978) dari bagian Ilmu
Kesehatan Anak F.K. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Demikian pula telah
dilaporkan kasus-kasus yang serupa dari F.K.Universitas Hasanuddin Ujung
Pandang (Wahidayat, 1979). Vella (1958), Li-Injo& Chin (1964) dan Wong
(1966). Demikian juga di Malaysia dengan kasus yang serupa dilaporkan oleh
George et.al. (1992)3.
I.2
Permasalahan3
Thalassemia merupakan penyakit
darah herediter yang paling sering dan
akan merupakan kelainan genetik utama yang timbul setelah penyakit infeksi dan
gangguan gizi teratasi di Indonesia. Menyambut Paradigma Indonesia Sehat 2010
yang baru dicanangkan, kualitas sumber daya manusia tentu saja merupakan faktor
yang utama dan keberadaan thalassemia tentu saja akan menurunkan kualitas kesehatan
masyarakat.
Di negara-negara yang mempunyai
frekuensi gen thalassemia yang tinggi penyakit tersebut menimbulkan masalah
kesehatan masyarakat (Public Health). Pada umumnya anak dengan
penyakit thalassemia mayor tidak akan mencapai usia reproduktif bahkan mati di
dalam kandungan atau mati setelah lahir seperti pada thalassemia α Hb bart’s
hydrop fetalis. Keadaan ini sangat memprihatinkan andaikata anak-anak yang
lahir tidak akan mencapai usia dewasa, maka generasi berikutnya akan semakin
berkurang bahkan akan lenyap setelah beribu-ribu tahun.
Ditinjau dari segi keluarga
penderita, adanya seorang atau beberapa anak yang menderita penyakit
thalassemia mayor merupakan beban yang sangat berat karena mereka menderita
anemia berat dengan kadar Hb di bawah 6-7 gr%. Mereka harus mendapatkan
transfusi darah seumur hidup untuk mengatasi anemia mempertahankan kadar
haemoglobin 9-10 gr%. Dapat dibayangkan bagaimana beratnya beban keluarga
apabila beberapa anak yang menderita penyakit tersebut. Pemberian transfusi
darah yang berulang-ulang dapat menimbulkan komplikasi hemosiderosis dan
hemokromatosis, yaitu menimbulkan penimbunan zat besi dalam jaringan tubuh
sehingga dapat menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh seperti hati, limpa,
ginjal, jantung, tulang, dan pankreas. Tanpa transfusi yang memadai penderita
thalassemia mayor akan meninggal pada dekade kedua.
Efek lain yang ditimbukan akibat
transfusi, yaitu tertularnya penyakit lewat transfusi seperti penyakit
hepatitis B, C, dan HIV. Hingga sekarang belum dikenal obat yang dapat
menyembuhkan penyakit tersebut bahkan cangkok sumsum tulang pun belum dapat
memuaskan. Para ahli berusaha untuk mengurangi atau mencegah kelahiran anak
yang menderita thalassemia mayor atau thalassemia α homozigot. Permasalahan
thalassemia akan muncul jika thalassemia carrier kawin sesamanya sehingga 25% dari
keturunannya menurunkan thalassemia mayor, 50% kemungkinan anak mereka
menderita thalassemia carrier dan
hanya 25% anak mempunyai darah normal.
Selain itu juga harus dipikirkan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk
menangani penderita thalassemia di Indonesia. Sebagai patokan untuk biaya
penatalaksanaan penyakit thalassemia secara optimal di Inggris dibutuhkan biaya
kira-kira US $ 7500 per orang per tahun.
Biaya tersebut jauh di atas pendapatan per
kapita penduduk Indonesia dan dapat dipastikan hanya penderita thalassemia dari
keluarga mampu saja yang mendapat penanganan yang memadai yang sebenarnya hanya
bersifat supportif karena sampai sekarang thalassemia mayor belum ditemukan obatnya.
Tidak mengherankan dampak psiko-sosial yang ditimbulkan thalassemia sangat luas
dan banyak negara memilih tindakan preventif seperti yang dianjurkan oleh WHO
tahun 1983.
Permasalahan yang paling pokok
adalah bahwa manajemen klinis penyakit thalassemia dapat dikatakan belum merata
di Indonesia, jika dibandingkan dengan negara maju bahkan di negara ASEAN
sekalipun. Hingga saat ini, hanya kota Jakarta yang mempunyai pusat pelayanan
khusus untuk thalassemia, yang mungkin hanya dapat dimanfaatkan oleh sebagian
kecil penderita. Padahal tanpa penanganan klinis yang serius penderita
thalassemia mayor (homozigot) jarang dapat mencapai usia dewasa .
Oleh karena itu sudah saatnya
sekarang penyakit thalassemia di Indonesia mendapat perhatian khusus dan
diletakkan pada proporsi yang semestinya dalam sistem pelayanan kesehatan
nasional. Tindakan preventif dan pengendalian penyakit tersebut harus segera
disosialisasi kepada masyarakat dengan tetap berpatokan pada nilai-nilai etika,
moral, dan budaya bangsa kita .
I.3
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan ini adalah selain sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, juga untuk dapat lebih memahami
tentang thalassemia. Juga dalam
menegakkan diagnosa maupun dalam penatalaksanaannya.
Dari uraian di atas semakin jelas
bahwa thalassemia merupakan masalah kesehatan apakah thalassemia α ataupun
thalassemia β. Diharapkan nantinya ada persamaan persepsi dan pemahaman tentang
masalah thalassemia dan penanganannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Definisi2,3,4,5
Thalassemia berasal dari kata
Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut
tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di
daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang
dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B.Cooley pada tahun 1925. Beliau
menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah
berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau
eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai
dengan nama penemunya.3,5
Thalassemia adalah sekelompok
penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah
satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (komponen darah) 4.Thalassemia
adalah sekumpulan heterogenus penyakit akibat dari gangguan sintesis hemoglobin
yang diturunkan secara autosom resesif2.
Thalassemia merupakan penyakit
anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada
anak-anaknya secara resesif, menurut hukum Mendel. Di Indonesia thalassemia merupakan penyakit
terbanyak di antara golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler.3
II.1.1 Pembentukan
Hemoglobin 3,4,6,7,8
Hemoglobin manusia terdiri dari
persenyawaan hem dan globin. Hem terdiri dari zat besi (atom Fe) sedangkan
globin suatu protein yang terdiri dari rantai polipeptida. Hemoglobin manusia
normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa (α) dan 2 rantai beta (β)
yaitu HbA (α2β2 = 97%), sebagian lagi HbA2 (α2δ2 = 2,5%) dan sisanya HbF (α2γ2)
kira-kira 0,5%.4
Dikarenakan
hemoglobin terdiri dari dua unsur yaitu hem dan globin maka sintesis hemoglobin
terdiri dari sintesis hem dan sintesis globin. Sintesis hem merupakan suatu
rangkaian reaksi biokimia yang terjadi dalam mitokondria. Sintesis hem ini
dimulai dari adanya kondensasi antara suksinil koenzim A (suksinat) dengan asam
amino glisin membentuk asam α-amino β-ketoadipat dan kemudian menjadi asam
δ-levulinat (ALA= δ-amino laevulinic acid) yang dipengaruhi oleh kerja enzim
ALA sintetase yang juga merupakan enzim yang mengatur kecepatan bagi
keseluruhan sintesis hemoglobin. Dan juga dipengaruhi oleh piridoksal fosfat
(vitamin B6) sebagai koenzim yang dirangsang oleh eritropoetin . Dua molekul
ALA berkondensasi menjadi satu molekul porfobilinogen, monopirol pengganti, dan
empat molekul porfobilinogen berkondensasi (menggunakan uroporfirinogen I
sintetase dan uroporfirinogen III kosintetase untuk membentuk komponen isomer
tetrapirol (porfirin) siklik, uroporfirinogen seri I dan III. Uroporfirinogen I
merupakan precursor porfirin lain, tetapi tidak berperan lebih lanjut dalam
sintesis hem. Uroporfirinogen III merupakan precursor seri porfirin III dan
dikonversikan menjadi koproporfirinogen III serta kemudian melalui
protoporfirinogen menjadi protoporfirinogen IX yang mengikat besi dalam bentuk
ferro (Fe 2+) untuk membentuk hem . Hem menghambat ALA sintetase dan ini
merupakan control umpan balik atas sintesis porfirin serta hemoglobin.7
Sintesis rantai globin terjadi
di dalam ribosom sitoplasma yang dipengaruhi oleh gen-gen penentu rantai globin
dengan susunan asam amino. Sintesis globin ini dikendalikan oleh gen yang
mengatur susunan asam amino dan gen yang mengatur kecepatan sintesis rantai
globin . Rantai polipeptida alfa terdiri atas 141 asam amino dan rantai beta, delta,
dan gamma terdiri dari 146 asam amino. Rantai globin dapat dibagi menjadi dua
kelompok:
1. Kelompok α (Alpha like) terdiri dari rantai alfa dan rantai zeta.
2. Kelompok β (Beta like) terdiri dari rantai beta, gamma, delta, dan epsilon.
Kedua kelompok tersebut ditentukan oleh kelompok gen (gene cluster) yang terletak pada kromosom yang berbeda, yaitu masing-masing pada kromosom nomor 16 untuk kelompok α dan kromosom nomor 11 untuk kelompok β. Kelompok gen α pada kromosom 16 mengandung dua gen zeta (diantaranya pseudogen) dan tiga gen alfa (satu diantaranya pseudogen). Pseudogen adalah gen strukturnya mirip sekali dengan gen “asli” tetapi tidak menghasilkan protein fungsional dan ditandai dengan awalan psi (ψ)3.
1. Kelompok α (Alpha like) terdiri dari rantai alfa dan rantai zeta.
2. Kelompok β (Beta like) terdiri dari rantai beta, gamma, delta, dan epsilon.
Kedua kelompok tersebut ditentukan oleh kelompok gen (gene cluster) yang terletak pada kromosom yang berbeda, yaitu masing-masing pada kromosom nomor 16 untuk kelompok α dan kromosom nomor 11 untuk kelompok β. Kelompok gen α pada kromosom 16 mengandung dua gen zeta (diantaranya pseudogen) dan tiga gen alfa (satu diantaranya pseudogen). Pseudogen adalah gen strukturnya mirip sekali dengan gen “asli” tetapi tidak menghasilkan protein fungsional dan ditandai dengan awalan psi (ψ)3.
Urutan gen pada kromosom 16 (5’-3’)
adalah : gen 5’-ζ2-ψζ1-αψ2-αψ1-α2-α1-θ1-3’. Sebaliknya kluster gen globin-β
terdiri dari gen 5’-ε-Gγ-Aγ-ψβ-δ-β-3’ 3.
Fungsi Hemoglobin8,9
- Fungsi Hemoglobin berikatan secara longgar dan reversibel dengan
oksigen.
- Fungsi utamanya bergantung pada kemampuannya bergabung dengan O2 dalam paru-paru dan melepaskan O2 dalam kapiler jaringan dimana tekanan gas O2 jauh lebih kecil daripada paru-paru.
- Oksigen diangkut ke jaringan sebagai oksigen molekular dan dilepaskan ke dalam cairan jaringan dalam bentuk oksigen molekuler terlarut.
- Proses pengikatan O2 oleh Hb :
·
Eritrosit dalam darah arteri sistemik mengangkut
O2 dari paru-paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan membawa CO2
dari paru-paru
·
Pada saat molekul Hb mengangkut dan melepas O2,
masing-masing rantai globin dalam molekul Hb bergerak satu sama lain
·
Pada waktu O2 dilepaskan, rantai-rantai β tarik
terpisah, sehingga memungkinkan masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat
(2,3-DPG) yang menyebabkan makin rendahnya afinitas molekul Hb terhadap O2.
II.1.2
Sintesis Thalassemia2,3,4
Pada awal kehidupan embrio
sampai delapan minggu kehamilan (masa transisi embrio ke fetus) . Yolk sac
dan hati akan mensistensi rantai globin
yang mirip dengan rantai globin alpha dan berkomunikasi dengan
rantai untuk membentuk hemoglobin Gower
I dan kemudian diganti dengan hemoglobin Gower II dan hemoglobin Portland .
Pada masa fetus hingga akhir kehamilan akan dibentuk hemoglobin fetal atau
Hb-F dan hemoglobin A2. Organ yang
bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa, dan sumsum tulang. Hb-F
bersifat heterogen karena ada dua lokus gen –
yang berbeda. Kedua gen ini dibedakan oleh
susunan asam amino pada posisi 136 yang terdiri dari glisin pada G
dan alanin pada A
. Setelah bayi lahir kadar Hb-F akan
segera menurun dan diganti oleh HbA1 yang dibentuk oleh sumsum tulang. Setelah
enam minggu kelahiran hingga individu dewasa, hemoglobin normal akan
dikendalikan oleh empat gen utama yaitu gen –
2.
Sintesis globin dimulai
dari proses transkripsi gen dalam inti sel atau nucleus. Baik bagian exon atau
intron akan ditranskripsikan ke precursor mRNA atau nuclear messenger RNA
(nmRNA) dengan bantuan enzim polymerase RNA. Di dalam nucleus molekul ini akan
mengalami modifikasi. Intron akan dihilangkan melalui proses splicing dan
exon-exon dan kemudian bergabung satu sama lain. Diperbatasan exon dan intron
selalu ada basa GT pada ujung 5’ dan AG pada ujung 3’ yang sangat penting dalam
proses splicing yang tepat. Jika terjadi mutasi pada daerah ini maka proses
splicing tidak dapat berlangsung. mRNA akan
mengalami modifikasi dengan penambahan CAP pada ujung 5’ dan poli-A pada
ujung 3’.Setelah transkripsi dimulai dengan bantuan ikatan 5’-5’ trifosfat
ujung 5’ RNA yang baru disintesis akan berikatan dengan 7-metil-guanosin pada
ujung terminal nukleotida. Proses metilasi ini berhubungan dengan proses
penambahan CAP sehingga ujung 5’ RNA transkrip mempunyai CAP. Selanjutnya, mRNA
menuju ke dalam sitoplasma dan menjadi cetakan rantai globin yang akan
disintesis. 3
Dalam sitoplasma asam
amino akan diangkut ke cetakan (mRNA) dengan bantuan tRNA yang bersifat khusus
pada setiap asam amino. Urutan asam amino pada rantai polipeptida globin
ditentukan oleh triplet kodon yang terdiri dari tiga basa. tRNA merupakan
antikodon yang mempunyai tiga basa dan komplementer dengan basa-basa penyusun
mRNA. tRNA membawa asam amino ke mRNA
dan mencari posisi pasangan yang tepat antara kodon dan antikodon. Jika tRNA
pertama sudah berada pada posisi yang tepat, kompleks inisiasi protein dengan
sub-unit ribosom terjadi. Kemudian, jika tRNA kedua sudah mengambil posisi yang
tepat, kedua asam amino baru yang terbentuk tersebut membentuk ikatan peptida
rantai globin dan demikian seterusnya terjadi sepanjang mRNA yang ditransiasi
dari 5’ ke 3’. tRNA selalu berada dalam konfirmasi sterik dengan mRNA yang
melalui dua sub-unit pembentuk ribosom. Pada mRNA selalu terdapat kodon
inisiasi (AUG) dan kodon terminasi (UAA, UAG, dan UGA). Pada saat ribosom
bertemu dengan kodon terminasi, proses transiasi terhenti, rantai globin
lengkap dihentikan, dan kemudian sub-unit ribosom terlepas dari asam amino yang
dibentuk dan didaur ulang. Selanjutnya rantai globin yang terbentuk akan
berikatan dengan molekul hem pembentuk hemoglobin.4
II.2.
Epidemiologi2,3
II.2.1.
Distribusi
a.Orang (Person)
Penelitian
Humris-Pleyte tahun 2001 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta menemukan
bahwa dari 192 kasus thalassemia yang diteliti sebanyak 59,4% kasus diagnosanya
sudah dapat ditegakkan sebelum anak berumur 1 tahun, 33,3 % pada anak
berumur1-2 tahun, 7,3 % pada saat anak berumur 2-4 tahun ,dan lebih dari 90%
ditegakkan pada saat anak berumur sebelum 2 tahun.
Berdasarkan
data thalassemia yang berobat di Pusat Thalassemia RSCM Jakarta dari tahun 1993
sampai Juli 2007 yang berjumlah 1.267 kasus, terdapat 499 kasus (39,38%)
berusia 0-5 tahun, 394 kasus (31,10 %) berusia 6-10 tahun, 224 kasus (17,68%)
berusia 11-15 tahun, 104 kasus (8,04 %) berusia 16-20 tahun, dan 46 kasus (3,63
%) berusia > 20 tahun.
b. Tempat (Place)
Thalassemia
ditemukan secara terbatas di daerah Mediterania, tetapi sekarang ini sudah
ditemukan di seluruh dunia. Saat ini thalassemia diidentifikasi telah ditemukan
di daerah Eropa Selatan dari Portugal ke Spanyol, Italia dan Yunani, serta
beberapa kasus di daerah Eropa Tengah dan sebagian di daerah bekas Uni Soviet .
Thalassemia juga ditemukan di derah Asia Tengah seperti Iran, Pakistan, India,
Bangladesh, Thailand, Malasyia, Indonesia, dan Cina Selatan, sama halnya juga
di daerah Pantai Afrika Utara dan Amerika Serikat.
Carrier thalassemia ditemukan di seluruh
dunia, tapi thalassemia pada umumnya terdapat pada penduduk Asia Tenggara
(Vietnam, Laos, Thailand, Singapura, Filipina, Kamboja, Malaysia, Burma dan
Indonesia), Cina, India bagian selatan, Afrika, Mediterania, Yunani, dan
Italia.
Thalassemia-α
ditemukan dalam jumlah yang besar di Asia Tenggara (Thailand, Semenanjung
Melayu, dan Indonesia), Mediterania dan Afrika Barat.
Thalassemia-β mempunyai distribusi yang luas di dunia ini.
Sering ditemukan di daerah sekitar Mediterania dan beberapa bagian dari Timur
Tengah, India, Pakistan, dan Asia Tenggara di daerah ini frekuensi pembawa gen
thalassemia bervariasi antara 2 dan 30 %.
II.2.2. Determinant2,3
a.Genetik
Penyakit ini
diturunkan melalui gen yang disebut gen globin alpha dan gen globin beta yang
terletak pada kromosom 11 dan kromosom 16. Pada manusia kromosom selalu
ditemukan berpasangan. Bila hanya sebelah gen yang mengalami kelainan disebut
carrier thalassemia. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom,
dinamakan penderita thalassemia (homozigot/mayor)
b. Umur
Thalassemia
mayor terjadi apabila kedua orangtua carrier thalassemia. Anak-anak dengan
thalassemia mayor tampak normal saat lahir, dan akan mengalami kekurangan darah
pada usia antara 3-18 bulan. Penderita memerlukan transfuse darah secara
berkala seumur hidupnya. Apabila para penderita mayor tidak dirawat, maka hidup
mereka hanya bertahan antara 1-8 tahun.
Pada
thalassemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut sudah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalassemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada usia 4-6 tahun.
II.3.
Klasifikasi2,3,4,5
Secara molekuler thalassemia
dibedakan atas :
1. Thalassemia
–α (gangguan pembentukann rantai α )
2. Thalassemia
–β (gangguan pembentukan rantai β )
3. Thalassemia
–
(gangguan pembentukan
rantai β dan
yang letak
gennya diduga berdekatan )
4. Thalassemia
–
(gangguan
pembentukan rantai
)
Secara klinis thalassemia
dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1.
Thalassemia mayor (bentuk homozigot)
Memberikan gejala klinis
yang jelas
2.
Thalassemia minor
Biasanya tidak memberikan
gejala klinis
Berdasarkan
gangguan pada rantai globin yang terbentuk, thalassemia dibagi menjadi :
1. Thalassemia-α :
-
Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin-α).Pada keadaan ini
mungkin tidak timbul gejala sama sekali pada penderita, atau hanya terjadi
sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat (hipokrom).
-
α Thalassaemia Trait (gangguan pada 2 rantai globin-α). Penderita
mungkin hanya mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang
tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer).
-
Hb H Disease (gangguan pada 3 rantai globin-α). Gambaran klinis
penderita dapat bervariasi dari tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia
yang berat yang disertai dengan perbesaran limpa (splenomegali).
-
α Thalassaemia Major (gangguan pada 4 rantai globin-α). Thalassemia tipe
ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada thalassemia tipe α. Pada
kondisi ini tidak ada rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau
HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita α thalassemia mayor
mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan (hydrops
fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus yang menderita kelainan ini
biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
2. Thalassemia-β :
-
β Thalassaemia Trait. Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal
dan satu gen yang bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang
ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer).
-
Thalassaemia Intermedia.Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi
tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya
mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang
terjadi.
-
Thalassaemia Major (Cooley’s Anemia).Pada kondisi ini kedua gen
mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya
gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.
3.
Jenis Thalassemia berdasarkan ICD. X
1.D56.0
: α Thalassemia
2.D56.1
: β Thalassemia (terbanyak)
3.D56.2
:
-β Thalassemia
4.D56.3
: Thalassemia Trait
5.D56.4
: Herediter Persistence of Fetal Haemoglobin (HPFH)
6.D56.8
: Thalassemia lain
7.D56.9
: Thalassemia tidak spesifik
II.4. Patofisiologi dan Patogenesis10,11
II.4.1.Patofisiologi10
Penyebab
anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah
berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah
karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem
retikuloendotelial dalam limpa dan hati.Penelitian biomolekular menunjukkan
adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari
hemoglobin berkurang.Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara
transfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis
yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.
II.4.2.Patogenesis 10,11
1.
Thalassemia-α
α-globin
adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang disebut
hemoglobin, yang merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen
ke sel dan jaringan di seluruh tubuh. Hemoglobin terdiri dari empat
subunit: dua subunit alfa-globin dan dua subunit jenis lain globin.
HBA1 (Hemoglobin, α- 1) adalah gen yang memberikan instruksi
untuk membuat protein yang disebut α-globin. Protein
ini juga diproduksi dari gen yang hampir identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin,
α-2). Kedua gen globin
alpha-terletak dekat bersama-sama dalam sebuah wilayah kromosom 16 yang dikenal
sebagai lokus globin alfa. HBA1 dan HBA2 terletak di kromosom 16 lengan
pendek di posisi 13.3. HBA1 terletak di gen pasangan basa 226.678 ke 227.519
sedangkan HBA 2 terletak di pasangan basa 222.845
ke 223.708 .
Pada manusia normal terdapat 4 kopi gen α-globin yang
terdapat masing-masing 2 pada kromosom 16. Gen-gen ini membuat komponen
globin-α pada hemoglobin orang dewasa normal, yang disebut hemoglobin A, dan
juga merupakan komponen dari hemoglobin pada janin dan orang dewasa lainnya,
yang disebut hemoglobin A2. Mutasi yang terjadi pada gen α-globin adalah
delesi.
·
Delesi 1 gen α : tidak ada dampak pada
kesehatan, tetapi orang tersebut mewarisi gen thalasemia, atau disebut juga Thalassaemia
Carier/Trait.
·
Delesi 2 gen α : hanya
berpengaruh sedikit pada kelinan fungsi darah.
·
Delesi 3 gen α : anemia berat, disebut juga
Hemoglobin H (Hbh) disease.
·
Delesi 4 gen α : berakibat fatal pada bayi
karena α- globin tidak dihasilkan sama sekali.
2.
Thalassemia-β8,9
Globin-β
adalah sebuah komponen (subunit)
dari protein yang lebih besar yang disebut hemoglobin, yang terletak di dalam
sel darah merah. HBB gen yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang
disebut globin-β.
Lebih
dari 250 mutasi pada gen HBB telah ditemukan menyebabkan talasemia
beta. Sebagian besar mutasi melibatkan perubahan dalam satu blok bangunan
DNA (nukleotida) dalam atau di dekat gen HBB. Mutasi lainnya menyisipkan
atau menghapus sejumlah kecil nukleotida dalam gen HBB. Mutasi gen HBB yang
menurunkan hasil produksi globin-β dalam
kondisi yang disebut β-plus (B +) thalassemia.
Tanpa
globin-β, hemoglobin tidak dapat terbentuk yang mengganggu perkembangan normal
sel-sel darah merah. Kekurangan sel darah merah akan menghambat oksigen yang
akan dibawa dan membuat tubuh kekurangan oksigen. Kurangnya oksigen dalam
jaringan tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ, dan masalah kesehatan lainnya
termasuk thalassemia-β.
HBB
gen yang terletak di kromosom
11 lengan pendek di posisi 15.5. HBB gen dari pasangan basa 5.203.271
sampai pasangan basa 5.204.876 pada kromosom 11.
Pada
manusia normal terdapat 2 kopi gen β- globin yang terdapat pada kromosom 11,
yang membuat β-globin yang merupakan komponen dari hemoglobin pada orang
dewasa, yang disebut hemoglobin A. Lebih dari 100 jenis mutasi yang dapat
menyebabkan thalasemia β, misalkan
mutasi β- 0 yang berakibat tidak adanya β- globin yang diproduksi,
mutasi beta +, dimana hanya sedikit dari β- globin yang diproduksi.
Jika
seseorang memiliki 1 gen β- globin normal, dan satu lagi gen yang sudah
termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.
II.5. Manifestasi Klinis2,3,4
Tanda dan gejala dari penyakit thalassemia
disebabkan oleh kekurangan oksigen di dalam aliran darah. Hal ini terjadi karena tubuh tidak
cukup membuat sel-sel darah merah dan hemoglobin. Keparahan gejala tergantung pada
keparahan dari gangguan yang terjadi.
· Tidak Gejala
α-Thalassemia
silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Hal ini terjadi karena kekurangan
protein globin-α sangat kecil sehingga hemoglobin dalam darah masih dapat
bekerja normal.
· Anemia ringan
Orang yang telah
menderita thalassemia-α atau β dapat mengalami anemia ringan. Namun, banyak orang dengan jenis thalassemia
tidak memiliki tanda-tanda atau gejala yang spesifik. Anemia ringan dapat
membuat penderita merasa lelah dan hal ini
sering disalahartikan menjadi anemia
yang kekurangan zat besi.
· Anemia ringan sampai sedang dan tanda serta gejala lainnya
Orang dengan
beta talasemia intermedia dapat mengalami
anemia ringan sampai sedang. Mereka juga mungkin memiliki masalah
kesehatan lainnya, seperti:
a)
Memperlambat pertumbuhan dan pubertas. Anemia dapat memperlambat pertumbuhan
anak dan perkembangannya.
b)
Masalah tulang, thalassemia dapat membuat sumsum
tulang (materi spons dalam tulang yang membuat sel-sel darah) tidak berkembang. Hal ini menyebabkan tulang lebih luas
daripada biasanya. Tulang juga
dapat menjadi rapuh dan mudah patah.
c)
Pembesaran limpa. Limpa adalah organ yang membantu tubuh
melawan infeksi dan menghapus materi yang tidak diinginkan. Ketika seseorang menderita talasemia,
limpa harus bekerja sangat keras. Akibatnya,
limpa menjadi lebih besar dari biasanya. Hal
ini membuat penderita mengalami anemia parah. Jika
limpa menjadi terlalu besar maka limpa tersebut harus disingkirkan.
· Anemia berat dan tanda serta gejala lainnya
Orang dengan
penyakit hemoglobin H atau thalassemia-β mayor (disebut juga Cooley's anemia)
akan mengalami thalassemia berat. Tanda
dan gejala-gejala muncul dalam 2 tahun pertama
kehidupannya. Mereka mungkin akan
mengalami anemia parah dan masalah kesehatan serius lainnya, seperti:
a)
Pucat dan penampilan lesu
b)
Nafsu makan menurun
c)
Urin akan menjadi lebih pekat
d)
Memperlambat pertumbuhan dan pubertas
e)
Kulit berwarna kekuningan
f)
Pembesaran limpa dan hati
g)
Masalah tulang (terutama tulang di wajah)
Sebagai
sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar
menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak
menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali
dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent
like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.
Komplikasi Thalassemia2
Perawatan yang
ada sekarang yaitu hanya dengan membantu penderita thalassemia berat untuk
hidup lebih lama lagi. Akibatnya,
orang-orang ini harus menghadapi komplikasi dari gangguan yang terjadi dari
waktu ke waktu.
· Jantung dan Liver Disease
Transfusi
darah adalah perawatan standar untuk penderita thalassemia. Sebagai
hasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah. Hal ini dapat
merusak organ dan jaringan, terutama jantung dan hati.
Penyakit
jantung yang disebabkan oleh zat besi yang berlebihan adalah penyebab utama
kematian pada orang penderita thalassemia. Penyakit jantung termasuk gagal
jantung,
aritmis denyut jantung, dan terlebih lagi serangan jantung.
· Infeksi
Di antara
orang-orang penderita thalassemia, infeksi adalah penyebab utama penyakit dan
kedua paling umum penyebab kematian. Orang-orang
yang limpanya telah diangkat berada pada risiko yang lebih tinggi, karena
mereka tidak lagi memiliki organ yang memerangi infeksi.
· Osteoporosis
Banyak
penderita thalassemia memiliki tulang yang bermasalah, termasuk osteoporosis. Ini adalah suatu kondisi di mana
tulang menjadi sangat lemah, rapuh dan mudah patah.
II.6. Diagnosis2,3,4
I.
Anamnesis
Keluhan timbul
karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut
membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai
timbul pada usia 6 bulan.
II. Pemeriksaan fisis
o Pucat
o Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
o Dapat ditemukan ikterus
o Gangguan pertumbuhan
o Splenomegali dan hepatomegali yang
menyebabkan perut membesar
III. Pemeriksaan penunjang
1.
Darah tepi :
o Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
o Gambaran morfologi eritrosit :
mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis,
mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly,
poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
o Retikulosit meningkat.
Variasi bentuk eritrosit (sel darah
merah) pada sedimen darah tepi
dilihat dengan mikroskop dari penderita
thalassemia: a = hipokrom,
b = teardrop, c = target cell, d =
basophilic stipling dengan pewarnaan giemsa
Bentuk eritrosit (sel darah merah)
pada orang normal dengan pewarnaan giemsa
2.
Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
o Hiperplasi sistem eritropoesis dengan
normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
o Granula Fe (dengan pengecatan Prussian
biru) meningkat.
3.
Pemeriksaan khusus :
o Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
o Elektroforesis Hb : hemoglobinopati
lain dan mengukur kadar Hb F.
o Pemeriksaan pedigree: kedua
orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb
A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4.
Pemeriksaan lain :
o Foto Ro tulang kepala : gambaran hair
on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada
korteks.
o Foto tulang pipih dan ujung tulang
panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.
Diagnosis dari thalassemia diketahui dengan
melakukan beberapa pemeriksaan darah, seperti :
Ø FBC (Full
Blood Count)
Pemeriksaan ini akan memberikan informasi
mengenai berapa jumlah sel darah merah yang
ada, berapa jumlah hemoglobin yang ada di
sel darah merah, dan ukuran serta bentuk dari sel
darah merah.
Ø Sediaan
Darah Apus
Pada pemeriksaan ini darah akan diperiksa
dengan mikroskop untuk melihat jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel
darah putih dan platelet. Selain itu dapat juga dievaluasi bentuk darah,
kepucatan darah, dan maturasi darah.
Ø Iron
studies
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
segala aspek penggunaan dan penyimpanan zat besi dalam tubuh. Tujuan dari
pemeriksaan ini adalah untuk membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia
defisiensi besi biasa atau thalassemia.
Ø Haemoglobinophathy
evaluation
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
tipe dan jumlah relatif hemoglobin yang ada dalam darah.
Ø Analisis
DNA
Analisis DNA digunakan untuk mengetahui
adanya mutasi pada gen yang memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini
merupakan tes yang paling efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada thalassemia.
Diagnosis banding 2,3
Thalasemia
minor :
o
Anemia kurang besi
o
Anemia karena infeksi menahun
o
Anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
o
Anemia sideroblastik
II.7.Pengobatan3,4,6,12,13,14,15,16
Pengobatan thalassemia bergantung
pada jenis dan tingkat keparahan dari gangguan. Seseorang pembawa atau yang
memiliki sifat alfa atau beta talasemia cenderung ringan atau tanpa gejala dan
hanya membutuhkan sedikit atau tanpa pengobatan. Terdapat 3 (standar) perawatan
umum untuk thalassemia tingkat menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi besi dan chelation, serta mmenggunakan suplemen
asam folat. Selain itu, terdapat perawatan
lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang, pendonoran darah
tali pusat, dan HLA (Human Leukocyte Antigens).
·
Transfusi darah12
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini
merupakan terapi utama bagi orang-orang yang menderita thalassemia sedang atau
berat. Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin
normal. Untuk
mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara rutin
karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita
beta thalassemia intermedia, transfuse darah hanya dilakukan sesekali saja,
tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta thalssemia mayor (Cooley’s Anemia)
harus dilakukan secara teratur (2 atau 4 minggu sekali).
· Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)
Hemoglobin dalam sel darah
merah adalah zat besi yang kaya protein. Apabila melakukan ransfusi darah
secara teratur dapat mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi ini dapat merusak hati, jantung,
dan organ-organ lainnya. Untuk mencegah kerusakan ini, terapi khelasi besi
diperlukan untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh. Terdapat dua obat-obatan yang digunakan dalam terapi khelasi besi, yaitu:
a)
Deferoxamine
Deferoxamine adalah obat
cair yang diberikan melalui bawah kulit secara perlahan-lahan dan biasanya
dengan bantuan pompa kecil yang digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi ini
memakan waktu lama dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek samping dari
pengobatan ini dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan pendengaran.
b)
Deferasirox
Deferasirox adalah pil
yang dikonsumsi sekali sehari. Efek sampingnya adalah sakit kepala, mual,
muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan .
Gambar 6.
Lokasi untuk menggunakan pompa portable deferoksamin
- Suplemen Asam Folat, Vitamin C , dan Vitamin E
Asam
folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah merah yang
sehat. Suplemen
ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah
ataupun terapi khelasi besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan
yang meningkat. Vitamin E 200-400 IU setiap hari
sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.Vitamin C 100-250
mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi besi.
- Transplantasi sum-sum tulang belakang
Bone Marrow Transplantation (BMT)
sejak tahun 1900 telah dilakukan. Darah
dan sumsum transplantasi sel induk normal akan menggantikan sel-sel induk
yang rusak. Sel-sel induk adalah sel-sel di dalam sumsum tulang
yang membuat sel-sel darah merah. Transplantasi sel induk adalah satu-satunya
pengobatan yang dapat menyembuhkan talasemia. Namun, memiliki kendala karena
hanya sejumlah kecil orang yang dapat
menemukan pasangan yang baik antara donor dan resipiennya.
- Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood)
Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan plasenta. Seperti tulang sumsum, itu adalah sumber
kaya sel induk, bangunan blok dari sistem kekebalan tubuh manusia. Dibandingkan
dengan pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat non-invasif, tidak nyeri,
lebih murah dan relatif sederhana.
- HLA (Human Leukocyte Antigens)
Human Leukocyte Antigens (HLA) adalah
protein yang terdapat pada sel di permukaan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita
mengenali sel kita sendiri sebagai 'diri,' dan sel ‘asing' sebagai lawan
didasarkan pada protein HLA ditampilkan pada permukaan sel kita. Pada
transplantasi sum-sum tulang, HLA ini dapat mencegah terjadinya penolakan dari
tubuh serta Graft versus Host Disease
(GVHD). HLA yang terbaik untuk mencegah penolakan adalah melakukan donor secara
genetik berhubungan dengan resipen (penerima).
Bedah3,6
Splenektomi, dengan indikasi:
q Limpa yang terlalu besar,
sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
q Hipersplenisme ditandai dengan
peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC)
melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
Thalassaemia Diet13
Diet
Thalassemia disiapkan oleh Departemen diit, Di Rumah sakit umum Sarawak pasien
dinasehati untuk menghindari makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging
berwarna merah, hati, ginjal, sayur-mayur bewarna hijau, sebagian dari sarapan
yang mengandung gandum, semua bentuk roti dan alkohol.
Tabel 1. Daftar
makanan dan kandungan zat besi 13
FOODVOID TO A
|
||
Foods with high content of Iron
|
Iron Content
|
|
Organ meat (liver, kidney, spleen)
|
5 – 14 mg / 100 g
|
|
Beef
|
2.2 mg / 100 g
|
|
Chicken gizzard and liver
|
2 – 10mg / 100 g
|
|
Ikan pusu (with head and entrails)
|
5.3 mg / 100 g
|
|
Cockles (kerang)
|
13.2 mg / 100 g
|
|
Hen eggs
|
2.4 mg / whole egg
|
|
Duck eggs
|
3.7 mg / whole egg
|
|
Dried prunes / raisins, Peanuts
(without shell), other nuts
|
2.9 mg / 100 g
|
|
Dried beans (red, green, black,
chickpeas, dhal)
|
4 – 8 mg / 100 g
|
|
Baked beans
|
1.9 mg / 100 g
|
|
Dried seaweed
|
21.7 mg / 100 g
|
|
Dark green leafy vegetables –
bayam, spinach, kailan, cangkok manis, kangkung, sweet potato shoots, ulam
leaves, soya bean sprouts, bitter gourd, paku, midi, parsley,
|
> 3 mg 1 100 g
|
|
Food Allowed
|
||
Foods with moderate content of Iron
|
||
Chicken, pork
|
allow one small serving a day (= 2 matchbox size)
|
|
Soya bean curd (towkwa, towhoo, hookee)
|
allow one serving only (= one piece)
|
|
Light coloured vegetables (sawi, cabbage, long
beans and other beans, ketola, lady’s fingers)
|
1 -2 servings a day (= 1/2 cup)
|
|
Ikan pusu
|
head and entrails removed
|
|
Onions
|
use moderately
|
|
Oats
|
||
Foods with small amount of Iron
|
Rice and Noodles
Bread, biscuits
Starchy Root vegetables ( carrot, yam,
tapioca, pumpkin, bangkwang, lobak)
Fish (all varieties)
Fruits (all varieties except dried fruits)
Milk, cheese
Oils and Fats
|
Lain-lain
(rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Tumbuh kembang,
Kardiologi, Gizi, Endokrinologi, Radiologi, Gigi.
II.8. Pemantauan2,3,4
I. Terapi
- Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
- Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal, sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
II. Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak
pada proses tumbuh kembang, karenanya diperlukan perhatian dan pemantauan
tumbuh kembang penderita.
III. Gangguan jantung,
hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat
besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung), hepar (gagal
hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid) dan fraktur
patologis.
II.9 Pencegahan 6
II.9.1 Pencegahan Primer6
Pencegahan
primer adalah mencegah seseorang untuk tidak menderita thalassemia ataupun
menjadi carrier thalassemia yaitu dengan konseling genetic pranikah. Konseling
genetic pranikah ditujukan untuk pasangan pranikah terutama pada populasi yang
berprevalensi tinggi (prevalensi >5%) agar memeriksakan diri apakah mereka
mengemban sifat genetic tersebut atau tidak. Konseling juga ditujukan kepada
mereka yang mempunyai kerabat dekat
penderita thalassemia.
Tujuan
utama dari konseling pranikah adalah untuk mencegah terjadinya perkawinan antar
carrier. Hal ini mengingat mereka berpeluang 50% untuk mendapatkan keturunan
carrier thalassemia, 25% thalassemia mayor, 25% menjadi anak normal yang bebas
thalassemia.
II.9.2 Pencegahan Sekunder6
a.
Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal selain ditujukan untuk
pasangan carrier, juga dimaksudkan bagi pasangan beresiko lainnya yang telah
mempunyai bayi thalassemia. Tujuan dari diagnosis prenatal adalah untuk
mengetahui sedini mungkin apakah janin menderita thalassemia mayor atau tidak.
Diagnosis prenatal dapat dilakukan pada usia 8-10 minggu kehamilan dengan
sampel villi chorialis sehingga masih memungkinkan untuk melakukan terminasi
jika dibutuhkan.
b.
Skrining
Skrining merupakan pemantauan perjalanan
penyakit dan pemantauan hasil terapi yang lebih akurat. Pemeriksaan ini
meliputi :
1.
Hematologi
rutin untuk mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel darah.
2.
Gambaran
darah tepi untuk melihat bentuk, warna, dan kematangan sel-sel darah.
3.
Feritin,
iron serum (SI) untuk melihat status besi.
4.
Analisis
hemoglobin untuk diagnosis dan menentukan jenis thalassemia.
5.
Analisis
DNA untuk diagnosis prenatal (pada
janin) dan penelitian.
c.
Transfusi
darah
Pemberian transfusi darah berupa sel darah
merah sampai kadar sekitar 11 gr/dL. Kadar hemoglobin setinggi ini akan
mengurangi kegiatan hemopoesis yang berlebihan di dalam sum-sum tulang juga
mengurangi absorbs Fe di traktus digestivus. Pasien dengan kadar Hemoglobin
yang rendah untuk waktu lama, perlu ditransfusi dengan hati-hati dan sedikit
demi sedikit. Frekuensi sebaiknya sekitar 2-3 minggu. Sebelum dan sesudah transfuse
ditentukan hematokrit. Berat badan perlu dipantau, paling sedikit dua kali
setahun.
II.9.3. Pencegahan Tersier6
Pencegahan tersier adalah mengurangi
ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi bagi penderita thalassemia.
Pencegahan tersier bagi penderita
thalassemia adalah dengan mendirikan pusat rehabilitasi medis bagi penderita
thalassemia. Saat ini telah berdiri Yayasan Penderita Thalassemia Indonesia di
Jakarta. Yayasan ini bertujuan untuk menghimpun dana bagi penderita yang kurang
mampu. Selain itu yayasan ini juga menjadi wadah untuk bertukar informasi,
pikiran, dan pengalaman dalam mengatasi masalah kesehatan dan psikologis
penderita thalassemia.
II. 10. Kesimpulan
Thalassemia merupakan penyakit
genetik yang disebabkan oleh ketidaknormalan pada protein globin yang terdapat
di gen. Jika globin alfa yang rusak maka penyakit itu dinamakan
alfa-thalassemia dan jika globin beta yang rusak maka penyakit itu dinamakan
alfa thalassemia. Gejala yang terjadi dimulai dari anemia hingga osteoporosis.
Thalassemia harus sudah diobati sejak dini agar tidak berdampak fatal.
Pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan transfusi darah, meminum
beberapa suplemen asam float dan beberapa terapi.
II. 11. Saran
Thalassemia ini harus sudah didiagnosis sejak dini dan
diharapkan kepada penderita agar peduli terhadap penyakitnya. Karena gejala
awalnya seperti anemia biasa, maka gejala tersebut jangan diabaikan dan lakukan
pengobatan sejak dini serta konsultasikan kepada dokter. Untuk
menghindari resiko akibat penyakit thalassemia, Pemerintah diharapkan agar
menghimbau dan memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat mengenai
penyakit thalassemia dengan jelas dan bagaimana penanggulangan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
2.
Yunanda,Yuki. 2008.
Thalassemia. Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
3.
Ganie RA. 2005. Thalassemia : permasalahan dan penanganannya dalam Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada
Fakultas Kedokteran, Diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera
Utara
4.
Hassan R, Alatas H.2005. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kesehatna Universitas Indonesia.Percetakan INFOMEDIKA
Jakarta. Halaman : 444-9
5.
Dorland, W.A.Newman.2002.Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.
Jakarta: EGC. Halaman :
6. Http://emedicine.medscape.com/article/206490-overview Thalassemia, Beta. (Diakses tanggal Aug 24, 2009)
7.
Pusponegoro D, Hadinegoro S.2003. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi
2004.Ikatan Dokter Anak Indonesia. Halaman : 82-4
8.
Dewi, Syarifurnama. 2009. Karakteristik Penderita Thalassemia yang
Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2006-2008.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
9.
Guyton,
Arthur C dan John E Hall. 1997. Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. Halaman :
10. Permono
B, Ugrasena IDG , A Mia. Talasemia.Bag/
SMF Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya www.Pediatrik.com (Diakses
tanggal 3 Desember 2007)
12.
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II
Edisi IV.Jakarta: Pusat Penerbit Departemen IPD FKUI. Halaman : 675-9
14.
Permono, Bambang. 2006. Buku Ajar Hematologi - Onkologi . Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Halaman: 64-84
15.
Sutedjo, A.Y. 2007. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Yogyakarta: Amara Books. Halaman :
16. Hemoglobin: Structure & Function.2007.http–www_med-ed_virginia_edu-courses-path-innes-images-nhgifs-hemoglobin1_gif.htm
( Diakses 20 November 2007)
0 komentar:
Posting Komentar