Pages

Ads 468x60px

Labels

Sabtu, 12 November 2011

Anestesi Spinal


Definisi
            Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L56.

Mekanisme Kerja Anestesi Regional
Zat anestesi lokal memberikan efek terhadap semua sel tubuh, dimana tempat kerjanya khususnya pada jaringan saraf. Penggunaan pada daerah meradang tidak akan memberi hasil yang memuaskan oleh karena meningkatnya keasaman jaringan yang mengalami peradangan sehingga akan menurunkan aktifitas dari zat anestesi lokal (pH nanah sekitar 5)8. Anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja. Sebagaimana diketahui, potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat (sekilas) pada permeabilitas membran terhadap ion Na akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses inilah yang dihambat oleh obat anestesi lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap perubahan voltase muatan listrik (voltase sensitive Na+ channels). Dengan bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman (safety factor) konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian mengakibatkan kegagalan konduksi saraf8,9.
Ada kemungkinan zat anestesi lokal meninggikan tegangan permukaan lapisan lipid yang merupakan membran sel saraf, sehingga terjadi penutupan saluran (channel) pada membran tersebut sehingga gerakan ion (ionik shift) melalui membran akan terhambat. Zat anestesi lokal akan menghambat perpindahan natrium dengan aksi ganda pada membran sel berupa10 :
1.      Aksi kerja langsung pada reseptor dalam saluran natrium.
Cara ini akan terjadi sumbatan pada saluran, sehingga natrium tak dapat keluar masuk membran. Aksi ini merupakan hampir 90% dari efek blok. Percobaan dari Hille menegaskan bahwa reseptor untuk kerja obat anestesi lokal terletak di dalam saluran natrium.
2.      Ekspansi membran.
Bekerja non spesifik, sebagai kebalikan dari interaksi antara obat dengan reseptor. Aksi ini analog dengan stabilisasi listrik yang dihasilkan oleh zat non-polar lemak, misalnya barbiturat, anestesi umum dan benzocaine.
Untuk dapat melakukan aksinya, obat anestesi lokal pertama kali harus dapat menembus jaringan, dimana bentuk kation adalah bentuk yang diperlukan untuk melaksanakan kerja obat di membran sel. Jadi bentuk kation yang bergabung dengan reseptor di membran sel yang mencegah timbulnya potensial aksi. Agar dapat melakukan aksinya, obat anestesi spinal pertama sekali harus menembus jaringan sekitarnya8.

Teknik Anestesi Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. Adapun langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal adalah sebagai berikut4 :
1.      Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala,selain enak untuk pasienjuga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2.      Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
3.      Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4.      Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml.
5.      Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
6.      Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.

Indikasi Anestesi Spinal
            Adapun indikasi untuk dilakukannya anestesi spinal adalah untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah (daerah papila mammae ke bawah)13. Anestesi spinal ini digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian bawah (termasuk seksio sesaria), perineum dan kaki4.

Kontraindikasi
Pada Anestesi spinal terdapat kontraindikasi absolut dan relatif. Kontraindikasi Absolut diantaranya penolakan pasien, infeksi pada tempat suntikan, hipovolemia, penyakit neurologis yang tidak diketahui, koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakanial, kecuali pada kasus-kasus pseudotumor cerebri. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi sepsis pada tempat tusukan (misalnya, infeksi ekstremitas korioamnionitis atau lebih rendah) dan lama operasi yang tidak diketahui. Dalam beberapa kasus, jika pasien mendapat terapi antibiotik dan tanda-tanda vital stabil, anestesi spinal dapat dipertimbangkan, sebelum melakukan anestesi spinal, ahli anestesi harus memeriksa kembali pasien untuk mencari adanya tanda-tanda infeksi, yang dapat meningkatkan risiko meningitis14.
Syok hipovolemia pra operatif dapat meningkatkan risiko hipotensi setelah pemberian anestesi spinal. Tekanan intrakranial yang tinggi juga dapat meningkatkan risiko herniasi uncus ketika cairan serebrospinal keluar melalui jarum, jika tekanan intrakranial meningkat. Setelah injeksi anestesi spinal, herniasi otak dapat terjadi14.
Kelainan koagulasi dapat meningkatkan risiko pembentukan hematoma, hal ini sangat penting untuk menentukan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan operasi sebelum menginduksi anestesi spinal. Jika durasi operasi tidak diketahui, anestesi spinal yang diberikan mungkin tidak cukup panjang untuk menyelesaikan operasi dengan mengetahui durasi operasi membantu ahli anestesi menentukan anestesi lokal yang akan digunakan, penambahan terapi spinal seperti epinefrin, dan apakah kateter spinal akan diperlukan14.
Pertimbangan lain saat melakukan anestesi spinal adalah tempat operasi, karena operasi di atas umbilikus akan sulit untuk menutup dengan tulang belakang sebagai teknik tunggal.  Anestesi spinal pada pasien dengan penyakit neurologis, seperti multiple sclerosis, masih kontroversial karena dalam percobaan in vitro didapatkan  bahwa saraf demielinisasi lebih rentan terhadap toksisitas obat bius lokal14.
Penyakit jantung yang level sensorik di atas T6 merupakan kontraindikasi relatif terhadap anestesi spinal seperti pada stenosis aorta, dianggap sebagai kontraindikasi mutlak untuk anestesi spinal, sekarang mungkin menggabungkan pembiusan spinal dilakukan dengan hati-hati dalam perawatan anestesi mereka deformitas dari kolomna spinalis dapat meningkatkan kesulitan dalam menempatkan anesetesi spinal. Arthritis, kyphoscoliosis, dan operasi fusi lumbal sebelumnya semua faktor dalam kemampuan dokter anestesi untuk performa anestesi spinal. Hal ini penting untuk memeriksa kembali pasien untuk menentukan kelainan apapun pada anatomi sebelum mencoba anestesi spinal14.

Komplikasi
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi lambat. Komplikasi berupa gangguan pada sirkulasi, respirasi dan gastrointestinal14.
Komplikasi sirkulasi14:
1.      Hipotensi
Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal sering terjadi. Biasanya terjadinya pada 10 menit pertama setelah suntikan, sehingga tekanan darah perlu diukur setiap 10 menit pertama setelah suntikan, sehingga tekanan darah perlu diukur setiap 2 menit selama periode ini. Jika tekanan darah sistolik turun dibawah 75 mmHg (10 kPa), atau terdapat gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka kita harus bertindak cepat untuk menghindari cedera pada ginjal, jantung dan otak. Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi blok makin berat hipotensi.
Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan kristaloid (NaCl, Ringer laktat) secara cepat segera setelah penyuntikan anestesi spinal dan juga berikan oksigen. Bila dengan cairan infus cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin 15-25 mg intramuskular. Jarang terjadi, blok spinal total dengan anestesi dan paralisis seluruh tubuh. Pada kasus demikian, kita harus melakukan intubasi dan melakukan ventilasi paru, serta berikan penanganan seperti pada hipotensi berat. Dengan cara ini, biasanya blok spinal total dapat diatasi dalam 2 jam14.
2.      Bradikardia
Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok simpatis, Jika denyut jantung di bawah 65 kali per menit, berikan atropin 0,5 mg intravena14.
3.      Sakit Kepala
Sakit kepala pasca operasi merupakan salah satu komplikasi anestesi spinal yang sering terjadi. Sakit kepala akibat anestesi spinal biasanya akan memburuk bila pasien duduk atau berdiri dan hilang bila pasien berbaring. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal atau oksipital dan tidak ada hubungannya dengan kekakuan leher. Hal ini disebabkan oleh hilangnya cairan serebrospinal dari otak melalui pungsi dura, makin besar lubang, makin besar kemungkinan terjadinya sakit kepala. Ini dapat dicegah dengan membiarkan pasien berbaring secara datar (boleh menggunakan satu bantal) selama 24 jam. 14.
4.      Komplikasi Respirasi
a)      Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-paru normal.
b)      Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.
c)      Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla.
d)     Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas, merupakan tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan14.
5.      Komplikasi gastrointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat14.

Obat-Obat Anestesi Spinal
BUPIVAKAIN
            Bupivakain merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide hydrochloride. Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan disintesa oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 196312. Secara komersial bupivakain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah16.
Pada tahun-tahun terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik telah banyak digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal bawah. Pemberian bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan dosis total 15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain16. Bupivakain juga mempunyai lama kerja yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25 – 0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 – 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 – 0,5 %, epidural 0,5 – 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3 – 4 mg / kgBB17.

KLONIDIN
Klonidin adalah salah satu contoh dari agonis α2 yang digunakan untuk obat antihipertensi (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik) dan efek kronotropik negatif. Lebih jauh lagi, klonidin dan obat α2 agonis lain juga mempunyai efek sedasi. Dalam beberapa penelitian juga ditemukan efek anestesi dari pemberian secara oral (3-5μg/kg), intramuscular (2μg/kg), intravena (1-3μg/kg), transdermal (0,1-0,3 mg setiap hari) intratekal 75-150μg) dan epidural (1-2μg/kg) dari pemberian klonidin. Secara umum klonidin menurunkan kebutuhan anestesi dan analgesi (menurunkan MAC) dan memberikan efek sedasi dan anxiolisis. Selama anestesi umum, klonidin dilaporkan juga meningkatkan stabilitias sirkulasi intraoperatif dengan menurunkan tingkatan katekolamin. Selama anestesi regional, termasuk peripheral nerve block, klonidin akan meningkatkan durasi dari blokade. Efek langsung pada medula spinalis mungkin dibantu oleh reseptor postsinaptik α2 dengan ramus dorsalis. Keuntungan lain juga mungkin berupa menurunkan terjadinya postoperative shivering, inhibisi dari kekakuan otot akibat obat opioid, gejala withdrawal dari opioid, dan pengobatan dari beberapa sindrom nyeri kronis. Efek samping dapat berupa bradikardia, hypotensi, sedasi, depresi nafas dan mulut kering11.
Klonidin adalah agonis alfa2-adrenergik parsial selektif yang bekerja secara sentral yang bekerja sebagai obat anti hipertensi melalui kemampuannya untuk menurunkan keluaran sistem saraf simpatis dari sistem saraf pusat. Obat ini telah terbukti efektif digunakan pada pasien dengan hipertensi berat atau penyakit renin-dependen. Dosis dewasa yang biasa digunakan per oral adalah 0,2-0,3 mg. Ketersediaan klonidin transdermal ditujukan untuk pemberian secara mingguan pada pasien bedah yang tidak dapat diberikan obat per oral11.

EFEDRIN
Efedrin merupakan golongan simpatomimetik non katekolamin yang secara alami ditemukan di tumbuhan efedra sebagai alkaloid. Efedrin mempunyai gugus OH pada cincin benzena , gugus ini memegang peranan dalam “efek secara langsung” pada sel efektor1.
Seperti halnya Epinefrin, efedrin bekerja pada reseptor α, α1, α219. Efek pada α1 di perifer adalah dengan jalan menghambat aktivasi adenil siklase. Efek pada α1 dan α2 adalah melalui stimulasi siklik-adenosin 3-5 monofosfat. Efek α1 berupa takikardi tidak nyata karena terjadi penekanan pada baroreseptor karena efek peningkatan TD20. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui pelepasan NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis (pemberian efedrin yang terus menerus dalam jangka waktu singkat akan menimbulkan efek yang makin lemah karena semakin sedikitnya sumber NE yang dapat dilepas, efek yang menurun ini disebut takifilaksis terhadap efek perifernya.21 Hanya I-efedrin dan efedrin rasemik yang digunakan dalam klinik20.
Efedrin yang diberikan masuk ke dalam sitoplasma ujung saraf adrenergik dan mendesak NE keluar21. Efek kardiovaskuler efedrin menyerupai efek Epinefrin tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat juga biasanya tekanan diastolic, sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokontriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin tidak berubah akibat reflex kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah. Aliran darah ginjal dan visceral berkurang, sedangkan aliran darah koroner, otak dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epinefrin, penurunan tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin20.

EPINEFRIN (ADRENALIN)
Adrenalin (epinephrine), adalah hormon katekolamin yang dihasilkan oleh bagian medula kelenjar adrenal, dan suatu neurotransmitter yang dilepas oleh neuron-neuron tertentu yang bekerja aktif di sistem saraf pusat. Epinephrin merupakan stimulator yang kuat pada reseptor adrenergik sistem saraf simpatis, dan stimulan jatung yang kuat, mempercepat frekuensi denyut jantung dan meningkatkan curah jantung, meningkatkan glikogenolisis, dan mengeluarkan efek metabolik lain. Epinephrine disimpan dalam granul kromatin dan akan dilepas sebagai respon terhadap hipoglikemia, stres dan rangsangan lain22.
Preparat sintetik epineprine bentuk levorotatori digunakan sebagai vasokonstriktor topikal, stimulan jantung, dan bronkodilator, dapat diberikan secara intranasal, intraoral, parenteral, atau inhalasi. Sedangkan norephineprine (noradrenalin) adalah suatu katekolamin alamiah atau neurohormon yang dilepaskan oleh saraf adrenergik pasca ganglion dan beberapa saraf otak, juga disekresi oleh medula adrenal sebagai respon terhadap rangsangan splanchnicus dan disimpan dalam granul kromafin. Norepineprine merupakan neurotransmitter utama yang bekerja pada reseptor adrenergik α- dan β1. Norephineprine merupakan vasopressor kuat dan biasanya dilepaskan dalam tubuh sebagai respon terhadap hipotensi dan stres. Preparat farmasi senyawa norephinephrine biasanya dalam bentuk garam bitartat22.

FENTANYL
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika23.
Fentanyl bekerja di dalam sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan23.
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat (CNB) meningkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang analgesia pascaoperasi. Durasi biasa pada efek analgesik adalah 30 sampai 60 menit setelah dosis tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis injeksi Fentanyl 12,5 µg menghasilkan efek puncak, dengan dosis yang lebih rendah tidak memiliki efek apapun dan dosis tinggi meningkatkan kejadian efek samping24. 

NOTE: Untuk lebih lengkapnya dapat Anda download di sini.

2 komentar:

Shofi Annisa mengatakan...

Mau tanya soal stase bedah, dok (meskipun ni soal anestesi). Klo di film2 kan waktu pasien mengalami cardiac arrest di meja operasi, pasti dikasih epinefrin buat menstimulasi detak jantung. Nah, padahal secara alami otak selalu mensekresikan epinefrin dgn norepinefrin sekaligus. Apa waktu OP yg diinjeksikan beneran cuma epi aja? Gak plus norepi juga ya? Apa keseimbangan penambahan norepi gak diperlukan?

Ambitious Medical Team mengatakan...

epinefrin dan noreprinefrin bekerja sinergis artinya sebagian besar kerja obatnya itu sama, jadi klo diberikan keduanya sekaligus maka akan terjadi over dosis krna efek keduanya yg hampir sama. oleh karena itu pada kasus henti jantung pemberian epinefrin saja sudah cukup untuk memacu/meningkatkan jumlah dan kekuatan denyut jantung, dan sekaligus membuat vasokontiksi vaskular.

Posting Komentar