PENDAHULUAN
Vision
2020 “The Right to Sight” merupakan
sebuah program inisiatif global untuk mengeliminasi kebutaan yang dapat
dihindari, yang merupakan program
gabungan World Helth Organization (WHO) dan International Agency for the
Prevention of Blindness (IAPB). Data WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa ada 45
juta penderita kebutaan di dunia, dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara.
Hal ini berarti ada 12 orang menjadi buta tiap menit di dunia, dan 4 orang
diantaranya berasal dari Asia tenggara, sedangkan di Indonesia diperkirakan
setiap menit ada satu orang menjadi buta. Sebagian besar tunanetra di Indonesia
berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi lemah. 1,2
Hasil
Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan
angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia, yaitu mencapai
1,5% dari jumlah penduduk. Penyebab utama kebutaan adalah
katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), kelainan
di retina (0,13%), serta kelainan di kornea (0,10%).3
Berdasarkan data di atas tampak bahwa penyakit pada
kornea menempati urutan lima besar
penyebab kebutaan di Indonesia. Data WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa ulkus
kornea merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dalam pembangunann
dunia yang dapat menyebabkan morbiditas berkepanjangan, kehilangan penglihatan,
dan dibanyak kasus menyebabkan kehilangan kedua mata.2
Pembentukan
parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan ganguan
penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat
dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan
diobati secara memadai.4
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang
ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung,
diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus
kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk
mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel,
perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan
menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di
Indonesia.4
Ulkus
kornea termasuk kasus kegawatdaruratan pada penyakit mata. Dimana mata terancam
akan kehilangan fungsi penglihatan atau terjadi kebutaan bila tidak dilakukan
tindakan ataupun pengobatan secepatnya. Hal ini dapat diakibatkan oleh penyakit
atau kelainan mata dan trauma mata. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis
penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Sehingga
penatalaksanaan yang tepat akan dapat mengurangi komplikasi yang dapat
ditimbulkan.4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi
Keratitis
ulseratif yang lebih dikenal sebagai ulserasi kornea adalah terdapatnya
destruksi (kerusakan) pada bagian epitel kornea .4Ulkus kornea
merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea,
yang disebabkan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan
sel radang, serta ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.4,5
2.2 Anatomi, Fisiologi,
dan Histologi Kornea
2.2.1 Anatomi dan
Fisiologi Kornea
Istilah
kornea berasal dari bahasa Latin (cornum)
yang memiliki arti seperti tanduk. Kornea
adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah jam
tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar
pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 550 µm dipusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter
horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Batas antara sclera dan
kornea disebut limbus kornea.4,5
Kornea memiliki paling tidak 2 fungsi yaitu sebagai membran protektif dan sebagai ‘jendela’ bagi cahaya untuk
masuk ke dalam retina. Epitel pada kornea menjadi barrier efektif dalam
masuknya mikroorganisme ke dalam mata. Fungsi kornea sebagai ‘jendela’
ditunjang oleh 3 karakteristik yaitu struktur yang uniform, avaskular, dan
keadaan yang relatif dehidrasi dari stroma kornea. Keadaan yang relatif
dehidrasi ini sangat bergantung pada endotel sehingga kerusakan pada endotel
kornea akan menyebabkan kornea menjadi edema dan hilangnya transparansi. Kornea
bersifat avaskular sehingga nutrisi didapatkan dengan cara difusi dari pembuluh
darah perifer di dalam limbus dan dari humour akueus di bagian tengah . Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan
refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka
kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga
penderita akan melihat halo.4,5,6
Kornea
dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra
koroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.5
Sumber nutrisi kornea adalah
pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial
juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi kornea
dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.5
2.2.2 Histologi Kornea
Kornea merupakan bagian
tunika fibrosa yang transparan,
avaskular, dan kaya akan ujung-ujung saraf. Tebal kornea rata-rata adalah
550 µm, dengan diameter rata-rata horizontal 11,75 mm dan vertikal 10.6 mm. Kornea berasal dari
penonjolan tunika fibrosa
ke sebelah depan mata. Secara histologi kornea
terdiri dari 5 lapisan, yaitu:4,5
a. Epitel kornea
Merupakan lanjutan dari konjungtiva, yang sebagian besar disusun oleh epitel gepeng
berlapis tanpa lapisan tanduk. Lapisan
ini merupakan lapisan kornea terluar yang langsung
kontak dengan dunia luar .Tebalnya
50 µm terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal
sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis
sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat
dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan
macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
yang merupakan barrier. Epitel kornea ini mengandung banyak ujung-ujung serat
saraf bebas. Sel-sel yangterletak di permukaan cepat menjadi aus dan digantikan oleh sel-sel yang dibawahnya
yang bermigrasidengan cepat.5,6
b. Membran Bowman
Merupakan lapisan fibrosa yang terletak di bawah epitel tersusun dari serat
sel kolagen tipe 1. Lapisan
ini tidak mempunyai daya regenerasi, terletak dibawah membrana basal epitel
kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan
berasal dari bagian depan stroma.5,6
c. Stroma kornea
Merupakan lapisan kornea yang paling tebal tersusun dari serat-serat
kolagen tipe 1 yang berjalan secara parallel membentuk lamel kolagen. Sel-sel
fibroblas ini terletak di antara serat-serat kolagen. Pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat kolagen
ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma. 5,6
d. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
µm.5,6
e. Endotel
Lapisan ini merupakan lapisan kornea yang paling dalam tersusun dari epitel
selapis gepeng atau kuboid rendah, berasal dari
mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40µm. Endotel melekat
pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden. Sel-sel ini mensintesa protein yang mungkin diperlukan untuk memelihara
membrane Descement. Sel-sel ini mempunyai banyak vesikel dan dinding selnya
mempunyai pompa Natrium yang akan mengeluarkan kelebihan ion-ion natrium ke dalam
kamera okuli anterior. Ion-ion klorida dan air akan mengikuti secara pasif.
Kelebihan cairan di stroma akan diserap oleh endotel sehingga stroma
dipertahankan dalam keadaan sedikit dehidrasi, suatu faktor yang diperlukan
untuk mempertahankan kualitas refraksi kornea. 5,6
2.3 Epidemiologi
Di Indonesia kekeruhan kornea masih
merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan ini merupakan salah satu
penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis
atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan
meninggalkan jaringan parut yang luas.3
Jaringan parut kornea merupakan penyebab
umum kebutaan pada komunitas berpenghasilan rendah, dan bertanggung jawab
terhadap 5-20% dari semua kebutaan. Penyebab penting kebutaan kornea bilateral
adalah trachoma, defisiensi vitamin A, oftalmia neonatorum, dan infeksi bakteri
dan jamur. Prevalensi kebutaan unilateral yang disebabkan oleh opasitas kornea
dalam komunitas berpenghasilan rendah diperkirakan berada di kisaran 5.000
hingga 20.000 orang per 1 juta penduduk.2,3
Singapura
melaporkan selama 2.5 tahun
dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas
tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan
refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA,
laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal
ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari
sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.2,3
2.4 Etiologi
1. Infeksi
- Infeksi
Bakteri
P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral.
Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat
mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.4,5,8
- Infeksi
Jamur
Disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.4,5
- Infeksi
virus
Ulkus kornea oleh virus
herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh
vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).4,5,8
- Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa
hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak
lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga
biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah
yang tercemar.4,5,8
2. Non-infeksi
-
Bahan
kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan
anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan
alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.5,6,8
-
Radiasi
atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar
matahari yang akan merusak epitel kornea.5,6,8
-
Sindrom
Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai
keratokonjungtivitis sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan
permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik
kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea
dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.5,6,8
-
Defisiensi
vitamin A
Ulkus
kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun
pemanfaatan oleh tubuh.5,6
-
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,
IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.5,6
-
Kelainan
dari membran basal, misalnya karena trauma.5,6
-
Pajanan
(exposure)5,6
- Neurotropik5,6
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
-
Granulomatosa
wagener5,6
-
Rheumathoid
arthritis5,6
Terjadinya
ulkus kornea biasanya didahului oleh faktor pencetus yaitu rusaknya sistem
barier epitel kornea oleh penyebab-penyebab seperti :
a. Kelainan pada
bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air mata, sumbatan saluran lakrimal)8
b.
Oleh faktor-faktor eksternal yaitu : luka pada kornea (erosi kornea) karena
trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada muka8
c.
Kelainan lokal pada kornea:8
-
Edema kornea kronik
-
Keratitis exposure (pada lagoftalmos, anestesi umum, koma)
-
Keratitis karena defisiensi vitamin A
-
Keratitis neuroparalitik
-
Keratitis superficialis virus
d.
Kelainan sistemik8
-
Malnutrisi
-
Alkoholisme
-
Sindrom Steven-Johnson
-
Sindrom defisiensi imun (AIDS, SLE)
e.
Obat-obatan penurun sistem imun8
-
Kortikosteroid
-
Obat anestesi local
2.5 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus
dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,
sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan
cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam
bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik
di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan
gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5,6
Karena kornea avaskular, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka
badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma,
leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka
kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan
rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan
palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan
fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.6
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk
jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses
progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus
yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah
infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan
menyebabkan terjadinya sikatrik.6,7
2.6 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ulkus kornea
terbagi atas :9
1. Ulkus
kornea infeksi
2. Ulkus
kornea non infeksi
Berdasarkan lokasinya ulkus kornea terbagi atas :9
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus
kornea bakterialis
b. Ulkus
kornea fungi
c. Ulkus
kornea virus
d. Ulkus
kornea acanthamoeba
2. Ulkus
kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c.Ulkus cincin (ring ulcer)
Ulkus Kornea Sentral
1.
Ulkus Kornea Bakterialis
Banyak
jenis ulkus kornea bakteri yang mirip satu sama lain dan hanya bervariasi dalam
beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang disebabkan oleh
bakteri oportunistik (streptococcus
alfa-hemolyticus, staphylococcus aureus, staphylococcus epidermidis,
nocardia, dan M fortuitum-chelonei),
yang menimbulkan ulkus kornea indolen yang cenderung menyebar perlahan dan
superfisial.4,8
- Ulkus Kornea Streptococcus pneumoniae (pneumococcal)
Ulkus kornea karena pneumokokus
biasanya timbul 24 -4 8
jam setelah inokulasi pada kornea yang
tidak intak. Ulkus biasanya berwarna keabu-abuan, berbatas tegas, dan cenderung
menyebar secara acak dari fokus infeksi ke arah sentral kornea. Dinamakan acute
serpiginous ulcer karena ulserasi
aktif diikuti oleh jejak ulkus yang menyembuh.
Pada awalnya lapis superfisial saja yang terkena kemudian menuju lapis
dalam kornea. Kornea di sekitar ulkus biasanya tetap jernih. Hipopion tidak
selalu menyertai ulkus. Hasil dari kerokan ulkus memperlihatkan bakteri kokus
Gram-positif: lancet-shaped dengan kapsul. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena
eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.4,9,10
b. Ulkus Kornea Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus
yang bewarna putih
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.
Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai
edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus
seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.4,9
Terlihat sebagai bentuk
ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu
jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen.
Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan.
Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di
daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang
tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih
pasti bila ditemukan dakriosistitis.4,9,10
c.
Ulkus Kornea
Pseudomonas
aeruginosa
Ulkus kornea Pseudomonas dimulai dengan infiltrate berwarna kuning atau
keabu-abuan pada epitel kornea yang tidak intak. Ulkus kornea yang disebabkan Pseudomonas sering disertai rasa sakit.
Lesi cenderung menyebar dengan cepat ke semua arah karena enzim proteolitik yang diproduksi oleh Pseudomonas. Pada awalnya hanya mengenai
kornea superficial, namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh kornea yang
dapat menyebabkan perforasi kornea dan infeksi intraocular berat. Perforasi berhubungan
dengan IL-12 yang dilepaskan
pada saat inflamasi. Sering terdapat hipopion yang membesar seiring dengan
perluasan ulkus. Infiltrat dan eksudat berwarna hijau kebiruan karena pigmen
yang diproduksi oleh Pseudomonas, warna tersebut merupakan patognomonic untuk
infeksi P. aeruginosa. Ulkus
kornea karena Pseudomonas biasanya
berhubungan dengan pemakaian lensa kontak lunak terutama jenis pemakaian jangka panjang.
Selain itu juga berhubungan dengan pemakian larutan fluoresensi dan tetes mata
yang terkontaminasi. Hasil kerokan pada lesi memperlihatkan batang Gram-negatif
tipis.9,10
d.
Ulkus Kornea Moraxella liquefanciens
M liquefaciens (diplobacillus of Petit)
menyebabkan ulkus berbentuk oval yang biasanya terletak di inferior kornea kemudian menginfeksi
stroma bagian dalam dalam periode beberapa hari. Biasanya tidak disertai
hipopion atau disertai namun hanya berupa hipopion kecil berjumlah satu, kornea
di sekitar ulkus biasanya jernih. Ulkus M liquefaciens sering terjadi pada pasien dengan alkoholisme, diabetes, dan keadaan imunosupresi. Hasil kerokan memperlihatkan
nakteri batang Gram-negatif, besar, dan square-ended
diplobacilli.10
e.
Ulkus Kornea Mycobacterium
Fortuitum-chelonei dan Nocardia
Ulkus yang ditimbulkan M Fortuitum-chelonei dan Nocardia jarang
dijumpai. Ulkus ini sering timbul setelah ada trauma dan sering menyertai
riwayat berkontak dengan tanah. Ulkusnya indolen, dan dasar ulkusnya sering
menampakkan garis-garis memancar sehingga tampak sebagai kaca yang retak.
Hipopion bisa ada bisa tidak. Kerokan dapat mengandung batang-batang tahan-asam
langsing (M Fortuitum-chelonei) atau
organisme gram positif berfilamen yang sering bercabang (Nocardia).4,9
f.
Ulkus kornea Group A Streptococcus
Ulkus yang disebabkan Streptokokus beta- hemolitikus grup A tidak memiliki ciri khusus. Sekitar
stroma kornea terdapat infiltrat dan edema, terdapat juga hipopion. Hasil
kerokan lesi didapatkan kokus gram positif dalam bentuk rantai.10
2.
Ulkus Kornea Fungi
Ulkus
kornea jamur, yang pernah banyak dijumpai pada pekerja pertanian, kini makin
banyak dijumpai diantara penduduk perkotaan sejak mulai dipakainya obat
kortikosteroid dalam pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea
jamur hanya muncul bila stroma kornea
kemasukan organisme dalam jumlah yang sangat banyak, suatu pertistiwa yang
masih mungkin terjadi di daerah pertanian atau berhubungan dengan pemakaian
lensa kontak lunak. Kornea yang belum berkompromi tampak masih dapat mengatasi
organisme yang masuk dalam jumlah sedikit, seperti yang lazim pada penduduk
perkotaan.4,10
Ulkus
jamur tersebut indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial dan lesi-lesi satelit
(umumnya menginfiltrasi tempat-tempat yang jauh dari daerah ulserasi utama). Di
bawah lesi utama dan juga lesi-lesi satelit sering terdapat plak endotel
disertai reaksi bilik mata depan yang hebat. Abses kornea sering dijumpai.4,9,10
Kerokan
dari ulkus kornea jamur, kecuali yang disebabkan oleh candida, mengandung unsur-unsur
hifa; kerokan dari ulkus candida umumnya mengandung pseudohifa atau bentuk
ragi, yang menampakkan kuncup-kuncup khas.4 Penampakan klinis : penderita keratitis jamur biasanya mengeluhkan sensasi
benda asing, fotofobia, penglihatan yang kabur dan abnormal sekret. Progresi
penyakit lebih lambat dan lebih tidak sakit daripada keratitis karena bakteri.
Penggunaan topikal steroid akan meningkatkan replikasi jamur dan invasi kornea.10
3.
Ulkus Kornea Virus
a. Ulkus
Kornea Herpes Zoster
Secara morfologi sama dengan
penyakit herpes simpleks namun beda dari segi antigen dan klinis. Zoster lebih
sering menginfeksi pasien lanjut usia. Kerusakan mata akibat penyakit ini dapat
dikarenakan oleh dua hal yaitu invasi
virus langsung dan inflamasi sekunder akibat mekanisme autoimun. Risiko
keterlibatan mata sebesar 15% dari total kasus herpes zoster, meningkat bila
dijumpai keterlibatan nervus eksternal nasal,keterlibatan nervus maksilaris, dan
peningkatan usia. Herpes zoster
oftalmikus dibagi menjadi 3 fase yaitu: 11,12
1. Fase akut, ditandai dengan
penyakit seperti influenza, demam, malaise, sakit kepala hingga seminggu
sebelum tanda kemerahan muncul, neuralgia preherpetik, kemerahan pada kulit,
timbulnya keratitis dalam beberapa hari setelah kemerahan itu muncul, keratitis
numular yang muncul sekitar 10 hari setelah kemerahan muncul, dan keratitis
disciform yang dapat terjadi setelah tiga minggu.12
2 Fase kronik, ditandai dengan keratitis numular selama berbulan-bulan,
keratitis disciform dengan jaringan parut, keratitis neutrofik yang dapat
menyebabkan infeksi bakteri sekunder dan keratitis plak mukus yang dapat timbul
setelah bulan ketiga hingga keenam. 12
3.Fase relapse, dapat dijumpai bahkan hingga sepuluh tahun setelah fase
akut. Hal ini dapat diakibatkan oleh penghentian tiba-tiba dari steroid
topikal. Lesi yang paling umum adalah episkleritis, skleritis, iritis,
glaukoma, keratitis numular, disciform atau plak mukus. Dendrit Herpes zoster berwarna abu-abu kotor
dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan
yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.12
b.
Ulkus
Kornea Herpes simplex
Herpes Simplex Virus (HSV) adalah virus
DNA yang hanya menginfeksi manusia, sekitar 90% dari populasi seropositif
terhadap antibodi HSV-1, walaupun sebagian besar bersifat subklinis. HSV-1
biasanya menginfeksi bagian di atas pinggang dan HSV-2 pada bagian bawah
pinggang. HSV-2 dapat ditransmisikan ke mata melalui sekret genital yang
terinfeksi dan persalinan pervaginam. Infeksi primer terjadi pada masa kanak- kanak
muda melalui droplet atau inokulasi langsung. Infeksi jenis ini jarang terjadi
di awal kelahiran karena proteksi dari antibodi si ibu.10,12 Tanda :
vesikel pada kulit melibatkan alis dan
area periorbital. Kondisi akut, unilateral, konjungtivitis folikuler
berhubungan dengan limphadenopathy preauriculer. Epitelial keratitis dapat
terjadi di segala usia, sakit ringan, mata berair dan penglihatan kabur.
Tanda yang muncul secara
kronologis opaknya sel epitelial yang tersusun dalam coarse punctate atau
stellalte pattern, deskuamasi sentral yang menghasilkan lesi garis linear
bercabang (dendritik) dengan akhir terminal bulb, berkurangnya sensasi kornea, infiltrat
pada anterior stromal, perluasan sentrifugal progresif yang dapat menghasilkan
konfigurasi amoeboid, dalam masa pemulihan pada epitel dapat terjadi bentuk
garis lurus yang persisten yang mencerminkan arah dari sel pemulihan epitel.
Bentuk dendrit Herpes simplex kecil,
ulceratif ,jelas diwarnai dengan
fluoresin dengan benjolan diujungnya.12,13
3.
Ulkus Kornea
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup-bebas yang terdapat di dalam air tercemar yang
mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh Acanthamoeba biasanya dihubungkan dengan penggunaan lensa kontak
lunak, termasuk lensa hidrogel silikon, atau lensa kontak rigid (permeabel-gas)
yang dipakai semalaman untuk memperbaiki kelainan refraksi (orthokeratologi).
Infeksi ini juga ditemukan pada individu bukan pemakai lensa kontak setelah
terpapar air atau tanah yang telah tercemar.4
Gejala awal adalah rasa nyeri yang tidak
sebanding dengan temuan klinisnya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinis yang
khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma dan infiltrat perineural,
tetapi seringkali ditemukan perubahan-perubahan yang terbatas pada epitel
kornea.4
Diagnosis ditegakkan dengan biakan diatas
media khusus (agar non nutrien yang dilapisi E coli). Pengambilan bahan lebih baik dilakukan dengan biopsi
kornea karena mungkin diperlukan pemeriksaan histopatologik untuk mendapatkan
bentuk-bentuk amuba (trofozoit atau kista). Sitologi impresi atau confocal
microscopy adalah teknik-teknik diagnostik yang lebih modern. Larytan dan
tempat lensa kontak harus dikultur. Seringkali bentuk amuba dapat ditemukan
pada cairan tempat penyimpanan lensa kontak.4,11
Diagnosis diferensial meliputi keratitis
herpes yang paling sering membingungkan, keratitis jamur, keratitis mikrobakterial, dan infeksi
nocardia di kornea.4
Debridement epitel bisa bermanfaat pada
tahap awal penyakit. Terapi dengan obat pada umumnya dimulai dengan isethionate
propamidine topikal (laruten 1%) secara intensif dan salah satu
polyhxamethylene biguanide (larutan 0,01-0,02%) dan tetes mata neomycin forte. Acanthamoeba ssp mungkin menunjukkan
sensivitas obat yang bervariasi dan dapat menjadi resisten terhadap obat.
Terapi juga terhambat oleh kesanggupan organisme membentuk kista di dalam
stroma kornea sehingga memerlukan terapi yang lama. Kortikosteroid topikal
mungkin diperlukan untuk mengendalikan reaksi radang di dalam kornea.11
Mungkin diperlukan keratoplasi pada penyakit
yang telah lanjut untuk menghentikan progresivitas infeksi, atau setelah
penyakit mengalami resolusi dan terbentuk parut untuk memulihkan penglihatan.
Transplantasi selaput amnion mungkin bermanfaat pada defek epitel persisten.
Begitu organisme ini mencapai sklera, terapi obat dan bedah biasanya tidak
berguna lagi.4,11
Ulkus
Kornea Perifer
1. Ulkus Marginal
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat
jinak namun sangat nyeri. Ulkus ini timbulnya sekunder akibat konjungtivitis
bakteri akut atau kronik, terutama blefarokonjungtivitis stafilokok dan lebih
jarang akibat konjungtivitis Koch-Weeks (Haemophilus
Aegyptius). Walaupun demikian, ulkus-ulkus ini bukan suatu proses infeksi
dan pada kerokan tidak terdapat bakteri penyebab. Ulkus timbul akibat
sensitisasi terhadap produk bakteri; antibodi dari pembuluh limbus bereaksi
dengan antigen yang berdifusi melalui epitel kornea.4,13
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau
cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan
terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau alergi dan gangguan sistemik
pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk
cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia
akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.4,8
2. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer
kornea kearah sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut.
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan
salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan
autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang
seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada
bagian yang sentral.4,9,10
3. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea
terdapat ulkus yang berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa
dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul perforasi. Ulkus marginal yang banyak
kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring
ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada
hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.4,9
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus
kornea secara umum dapat berupa gejala subjektif dan gejala objektif. 5
Gejala subjektif dapat berupa : eritema pada kelopak mata
dan konjungtiva, sekret mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, mata berair, bintik putih pada kornea sesuai lokasi ulkus, silau,
nyeri. Infiltrat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus
terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.5
Gejala objektif dapat berupa : kekeruhan berwarna putih
pada kornea, hilangnya sebagian jaringan kornea dan adanya infiltrat, injeksi
siliar, dan hipopion.5
Biasanya
coccus Gram positif, Staphylococcus
aureus, dan Streptococcus pneumoni akan memberikan gambaran ulkus yang
terbatas, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada ulkus yang
supuratif. Bila disebabkan Pseudomonas maka ulkus akan terlihat melebar dengan
cepat, bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan
ulkus. Bila disebabkan jamur maka infiltrat akan berwarna abu-abu di keliling
infiltrat halus di sekitarnya.4,5
2.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan klinis dengan
menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting
pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda
asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya
keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya
pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti
kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.6,8
Pada pemeriksaan fisik
didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea edema, terdapat
infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan
hipopion. 4,5
Disamping itu perlu juga
dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti : ketajaman
penglihatan; tes refraksi; tes air mata; pemeriksaan slit-lamp; keratometri (pengukuran kornea); respon reflek pupil; pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi; goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram,
giemsa atau KOH).4,5
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram
atau giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau
agar ekstrak maltosa.4,5
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan
pengobatan ulkus kornea secara umum adalah untuk mencegah berkembangnya bakteri
dan mengurangi reaksi radang. 12
1. Benda
asing dan bahan yang merangsang harus lekas dihilangkan. Erosi kornea yang sekecil apapun harus diperhatikan dan
diobati sebaik-baiknya. 12
2. Pemberian
sikloplegika
Sikloplegika
yang sering digunakan adalah sulfas atropin karena bekerjanya lama 1-2 minggu.
Efek kerja atropin adalah sebagai berikut :
- Sedatif,
menghilangkan rasa sakit
- Dekongestif,
menurunkan tanda radang
- Menyebabkan paralise
m.siliaris dan m.konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya m.siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodasi sehingga mata dalam keadaan istirahat. Dengan lumpunya m.konstriktor
pupil, terjadi midriasis, sehingga sinekia posterior yang telah terjadi dapat
dilepaskan dan dicegah pembentukan sinekia posterior yang baru. 12,13
3. Antibiotik
Antibiotik
yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas dapat diberikan
sebagai salep, tetes, atau suntikan subkonjunctiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap
mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi
kornea kembali.13,14
4. Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia
terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis
keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
o
Jenis
jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5
mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
o
Jamur
berfilamen : topokal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol
o
Ragi
(yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
o
Actinomyces
yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis antibiotik.14
5. Anti Viral
Untuk herpes zoster
pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk mengurangi
gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik
bila terdapat indikasi.Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A,
PAA, interferon inducer.4,12
6.
Bedah (keratoplasti)
Indikasi
keratoplasti9,10
-
Dengan pengobatan tidak sembuh
-
Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan
-
Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya perforasi
Ada
dua jenis keratoplasti yaitu:
Ø
Keratoplasti penetrans,
berarti penggantian kornea seutuhnya. Donor lebih muda lebih disukai untuk
keratoplasti penetrans; terdapat hubungan langsung antara umur dengan kesehatan
dan jumlah sel endotel. Karena sel endotel sangat cepat mati, mata hendaknya
diambil segerea setelah donor meninggal dan segera dibekukan. Mata utuh harus
dimanfaatkan dalam 48 jam. Media penyimpan modern memungkinkan penyimpanan
lebih lam. Tudung korneo sklera yang disimpan dalam media nutrien boleh dipakai
sampai 6 hari setelah donor meninggal dan pengawetan dalam media biakan
jaringan dapat tahan sampai 6 minggu.9,10
Ø
Keratoplasti
lamelar, berarti penggantian sebagian dari ketebalan kornea. Untuk korneoplasti
lamelar kornea itu dapat dibekukan, didehidrasi, atau disimpan dalam lemari es
selama beberapa minggu; sel endotel tidak penting untuk prosedur ini. 9,10
Perban tidak seharusnya
dilakukan pada lesi infeksi supuratif
karena dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan
media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa
sekret guna mengurangi rangsangan.14
Untuk menghindari
penjalaran ulkus dapat dilakukan :
o
Kauterisasi
-
Dengan
zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat 14
-
Dengan
panas (heat cauterisasion) : memakai
elektrokauter atau termophore. Dengan instrument ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.14
o
Pengerokan
epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau
pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti
cairan coa yang lam dengan yang baru yang banyak mengandung anti bodi dengan
harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan
melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus
dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat
penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.9,14
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang timbul
berupa :9
Ø
Kebutaan
parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Ø
Kornea
perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Ø
Prolaps
iris
Ø
Sikatrik
kornea
Ø
Katarak
Ø
Glaukoma
sekunder
Komplikasi
dari ulkus kornea yang sering timbul adalah perforasi kornea.
Penanganan
Komplikasi
Bila
seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan, berikan sulfas
atropin, antibiotik dan balut yang kuat. Segera masuk ke tempat tidur dan
jangan melakukan gerakan-gerakan. 9
Bila
perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka padanya
dilakukan :9,10
-
Iridektomi dari iris yang prolaps
-
Iris direposisi
-
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjunctiva
-
Beri sulfas atropin dan salep antibiotik
-
Balut yang kuat
Bila
terjadinya prolaps iris telah berlangsung lama, obati seperti ulkus biasa,
tetapi prolaps irisnya dibiarkan saja sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma
adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik. 9,10
2.11 Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus
dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli mata setiap ada keluhan
pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali
timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.9
Lindungi mata dari segala
benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata.
Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak
bisa menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah.
Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara
memakai dan merawat lensa tersebut.9,10
2.12 Prognosis
Prognosis ulkus kornea
tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan,
jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul.
Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan
kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih
buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat.
Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada
penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.6
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus
disembuhkan dengan pemberian terapi
yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel
epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari
konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui
metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah
agar leukosit dan fibroblast dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian
sikatrik.10
0 komentar:
Posting Komentar