Definisi
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah
anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam
ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal
intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara
vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L56.
Mekanisme Kerja Anestesi Regional
Zat anestesi
lokal memberikan efek terhadap semua sel tubuh, dimana tempat kerjanya
khususnya pada jaringan saraf. Penggunaan pada daerah meradang tidak akan
memberi hasil yang memuaskan oleh karena meningkatnya keasaman jaringan yang
mengalami peradangan sehingga akan menurunkan aktifitas dari zat anestesi lokal
(pH nanah sekitar 5)8. Anestesi lokal mencegah pembentukan dan
konduksi impuls saraf, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja. Sebagaimana
diketahui, potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat
(sekilas) pada permeabilitas membran terhadap ion Na akibat depolarisasi ringan
pada membran. Proses inilah yang dihambat oleh obat anestesi lokal dengan kanal
Na+ yang peka terhadap perubahan voltase muatan listrik (voltase sensitive
Na+ channels). Dengan bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf, maka
ambang rangsang membran akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan
potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman (safety
factor) konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan
penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian
mengakibatkan kegagalan konduksi saraf8,9.
1. Aksi
kerja langsung pada reseptor dalam saluran natrium.
Cara ini akan terjadi sumbatan pada
saluran, sehingga natrium tak dapat keluar masuk membran. Aksi ini merupakan
hampir 90% dari efek blok. Percobaan dari Hille menegaskan bahwa reseptor untuk
kerja obat anestesi lokal terletak di dalam saluran natrium.
2. Ekspansi
membran.
Bekerja non spesifik, sebagai
kebalikan dari interaksi antara obat dengan reseptor. Aksi ini analog dengan
stabilisasi listrik yang dihasilkan oleh zat non-polar lemak, misalnya barbiturat,
anestesi umum dan benzocaine.
Untuk dapat melakukan aksinya, obat
anestesi lokal pertama kali harus dapat menembus jaringan, dimana bentuk kation
adalah bentuk yang diperlukan untuk melaksanakan kerja obat di membran sel.
Jadi bentuk kation yang bergabung dengan reseptor di membran sel yang mencegah
timbulnya potensial aksi. Agar dapat melakukan aksinya, obat anestesi spinal
pertama sekali harus menembus jaringan sekitarnya8.
Teknik Anestesi Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur
lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling
sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi
dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi
berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. Adapun
langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal adalah sebagai berikut4
:
1.
Setelah dimonitor,tidurkan pasien
misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala,selain enak untuk
pasienjuga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar
processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2.
Penusukan jarum spinal dapat
dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko
trauma terhadap medulla spinalis.
3.
Sterilkan tempat tusukan dengan
betadin atau alkohol.
4.
Beri anastesi lokal pada tempat
tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml.
5.
Cara tusukan median atau
paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan.
Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum
yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira
2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater,
yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk
menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca
spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar
likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum
tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan
likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk
analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
6.
Posisi duduk sering dikerjakan
untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik
hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.
Indikasi Anestesi Spinal
Adapun indikasi untuk dilakukannya
anestesi spinal adalah untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4
ke bawah (daerah papila mammae ke bawah)13. Anestesi spinal ini
digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian bawah (termasuk seksio
sesaria), perineum dan kaki4.
Kontraindikasi
Pada Anestesi spinal terdapat kontraindikasi absolut
dan relatif. Kontraindikasi Absolut diantaranya penolakan pasien, infeksi pada
tempat suntikan, hipovolemia, penyakit neurologis yang tidak diketahui,
koagulopati, dan peningkatan tekanan intrakanial, kecuali pada kasus-kasus pseudotumor cerebri. Sedangkan kontraindikasi
relatif meliputi sepsis
pada tempat tusukan (misalnya, infeksi ekstremitas
korioamnionitis atau lebih rendah)
dan lama operasi yang tidak diketahui. Dalam beberapa kasus, jika pasien mendapat
terapi antibiotik dan tanda-tanda
vital stabil, anestesi spinal dapat
dipertimbangkan, sebelum melakukan anestesi spinal, ahli anestesi harus memeriksa
kembali pasien untuk mencari adanya tanda-tanda infeksi, yang dapat
meningkatkan risiko meningitis14.
Syok
hipovolemia pra operatif dapat meningkatkan risiko hipotensi setelah pemberian
anestesi spinal. Tekanan intrakranial yang tinggi juga dapat meningkatkan
risiko herniasi uncus ketika cairan serebrospinal keluar melalui jarum, jika
tekanan intrakranial meningkat. Setelah injeksi anestesi spinal, herniasi otak
dapat terjadi14.
Kelainan
koagulasi dapat meningkatkan risiko pembentukan
hematoma, hal ini sangat penting untuk menentukan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan operasi sebelum menginduksi anestesi spinal. Jika durasi operasi tidak
diketahui, anestesi spinal
yang diberikan mungkin tidak cukup panjang untuk menyelesaikan operasi
dengan mengetahui durasi operasi membantu ahli
anestesi menentukan anestesi
lokal yang akan digunakan, penambahan terapi spinal seperti epinefrin, dan
apakah kateter spinal akan diperlukan14.
Pertimbangan
lain saat melakukan anestesi spinal adalah tempat operasi, karena operasi di atas umbilikus akan
sulit untuk menutup dengan
tulang belakang sebagai teknik tunggal. Anestesi spinal pada pasien dengan penyakit neurologis, seperti
multiple sclerosis, masih kontroversial karena dalam percobaan in
vitro didapatkan bahwa saraf demielinisasi lebih rentan
terhadap toksisitas obat bius
lokal14.
Penyakit
jantung yang level sensorik di atas T6
merupakan kontraindikasi relatif terhadap anestesi spinal seperti pada stenosis aorta, dianggap sebagai kontraindikasi mutlak untuk anestesi spinal, sekarang mungkin menggabungkan pembiusan spinal dilakukan dengan hati-hati dalam perawatan anestesi mereka deformitas dari kolomna spinalis dapat meningkatkan kesulitan dalam menempatkan
anesetesi spinal. Arthritis, kyphoscoliosis, dan operasi fusi lumbal sebelumnya semua
faktor dalam kemampuan dokter anestesi untuk performa
anestesi spinal. Hal ini penting untuk memeriksa kembali pasien untuk menentukan kelainan apapun pada anatomi sebelum mencoba anestesi spinal14.
Komplikasi
Komplikasi
analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi lambat. Komplikasi berupa gangguan pada
sirkulasi, respirasi dan gastrointestinal14.
Komplikasi sirkulasi14:
1.
Hipotensi
Tekanan darah yang turun setelah anestesi
spinal sering terjadi. Biasanya terjadinya pada 10 menit pertama setelah
suntikan, sehingga tekanan darah perlu diukur setiap 10 menit pertama setelah
suntikan, sehingga tekanan darah perlu diukur setiap 2 menit selama periode
ini. Jika tekanan darah sistolik turun dibawah 75 mmHg (10 kPa), atau terdapat
gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka kita harus bertindak cepat untuk
menghindari cedera pada ginjal, jantung dan otak. Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat
blok simpatis, makin tinggi blok makin berat hipotensi.
Pencegahan hipotensi dilakukan dengan
memberikan infuse cairan kristaloid (NaCl, Ringer laktat) secara cepat segera
setelah penyuntikan anestesi spinal dan juga berikan oksigen. Bila dengan
cairan infus cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan
vasopressor seperti efedrin 15-25 mg intramuskular. Jarang terjadi, blok spinal
total dengan anestesi dan paralisis seluruh tubuh. Pada kasus demikian, kita
harus melakukan intubasi dan melakukan ventilasi paru, serta berikan penanganan
seperti pada hipotensi berat. Dengan cara ini, biasanya blok spinal total dapat
diatasi dalam 2 jam14.
2.
Bradikardia
Bradikardia dapat terjadi karena aliran
darah balik berkurang atau karena blok simpatis, Jika denyut jantung di bawah
65 kali per menit, berikan atropin 0,5 mg intravena14.
3.
Sakit Kepala
Sakit kepala pasca operasi merupakan salah satu
komplikasi anestesi spinal yang sering terjadi. Sakit kepala akibat anestesi
spinal biasanya akan memburuk bila pasien duduk atau berdiri dan hilang bila
pasien berbaring. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal atau oksipital dan
tidak ada hubungannya dengan kekakuan leher. Hal ini disebabkan oleh hilangnya
cairan serebrospinal dari otak melalui pungsi dura, makin besar lubang, makin
besar kemungkinan terjadinya sakit kepala. Ini dapat dicegah dengan membiarkan
pasien berbaring secara datar (boleh menggunakan satu bantal) selama 24 jam. 14.
4.
Komplikasi Respirasi
a)
Analisa gas darah cukup memuaskan
pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-paru normal.
b)
Penderita PPOM atau COPD merupakan
kontra indikasi untuk blok spinal tinggi.
c)
Apnoe dapat disebabkan karena blok
spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla.
d)
Kesulitan bicara,batuk kering yang
persisten,sesak nafas, merupakan tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang
perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan14.
5.
Komplikasi gastrointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis
berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus
gastrointestinal serta komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi lumbal
merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada perubahan
posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi
lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada
kehamilan meningkat14.
Obat-Obat Anestesi Spinal
BUPIVAKAIN
Bupivakain
merupakan obat anestesi lokal dengan rumus bangun sebagai berikut : 1-butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)-piperidecarboxamide
hydrochloride. Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang
lebih tiga kali lebih kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan
disintesa oleh BO af Ekenstem dan dipakai pertama kali pada tahun 196312.
Secara komersial bupivakain tersedia dalam 5 mg/ml solutions. Dengan kecenderungan
yang lebih menghambat sensoris daripada motoris menyebabkan obat ini sering
digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah16.
Pada tahun-tahun
terakhir, larutan bupivakain baik isobarik maupun hiperbarik telah banyak
digunakan pada blok subrakhnoid untuk operasi abdominal bawah. Pemberian
bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4 ml dan
dosis total 15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan
konsentrasi 0,5%, volume 2-4ml dan total dosis 15-22,5 mg. Bupivakain dapat
melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah kecil. Bila diberikan dalam
dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan bila dibandingkan dengan
lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari bupivakain selain dari
kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah. Toksisitasnya
lebih kurang sama dengan tetrakain16. Bupivakain juga mempunyai lama
kerja yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai kemampuan yang lebih
besar untuk mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri pada persalinan, dosis
sebesar 30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2 jam disertai blokade
motoris yang ringan. Analgesik paska bedah dapat berlangsung selama 4 jam atau
lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi kaudal akan memberikan efek
analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25 – 0,375 % merupakan obat
terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah. Konsentrasi yang lebih
tinggi (0,5 – 0,75 %) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 -
0.5 %, blok saraf tepi 0,25 – 0,5 %, epidural 0,5 – 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis
maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg. Dosis rata-ratanya 3 – 4 mg /
kgBB17.
KLONIDIN
Klonidin adalah
salah satu contoh dari agonis α2 yang digunakan untuk obat
antihipertensi (penurunan resistensi pembuluh darah sistemik) dan efek
kronotropik negatif. Lebih jauh lagi, klonidin dan obat α2 agonis lain juga
mempunyai efek sedasi. Dalam beberapa penelitian juga ditemukan efek anestesi
dari pemberian secara oral (3-5μg/kg), intramuscular (2μg/kg), intravena (1-3μg/kg),
transdermal (0,1-0,3 mg setiap hari) intratekal 75-150μg) dan epidural
(1-2μg/kg) dari pemberian klonidin. Secara umum klonidin menurunkan kebutuhan
anestesi dan analgesi (menurunkan MAC) dan memberikan efek sedasi dan
anxiolisis. Selama anestesi umum, klonidin dilaporkan juga meningkatkan
stabilitias sirkulasi intraoperatif dengan menurunkan tingkatan katekolamin.
Selama anestesi regional, termasuk peripheral nerve block, klonidin akan
meningkatkan durasi dari blokade. Efek langsung pada medula spinalis mungkin
dibantu oleh reseptor postsinaptik α2 dengan ramus dorsalis. Keuntungan lain
juga mungkin berupa menurunkan terjadinya postoperative shivering, inhibisi
dari kekakuan otot akibat obat opioid, gejala withdrawal dari opioid,
dan pengobatan dari beberapa sindrom nyeri kronis. Efek samping dapat berupa
bradikardia, hypotensi, sedasi, depresi nafas dan mulut kering11.
Klonidin adalah agonis alfa2-adrenergik
parsial selektif yang bekerja secara sentral yang bekerja sebagai obat anti
hipertensi melalui kemampuannya untuk menurunkan keluaran sistem saraf simpatis
dari sistem saraf pusat. Obat ini telah terbukti efektif digunakan pada pasien
dengan hipertensi berat atau penyakit renin-dependen. Dosis dewasa yang biasa
digunakan per oral adalah 0,2-0,3 mg. Ketersediaan klonidin transdermal
ditujukan untuk pemberian secara mingguan pada pasien bedah yang tidak dapat
diberikan obat per oral11.
EFEDRIN
Efedrin merupakan golongan simpatomimetik non
katekolamin yang secara alami ditemukan di tumbuhan efedra sebagai alkaloid.
Efedrin mempunyai gugus OH pada cincin benzena , gugus ini memegang peranan
dalam “efek secara langsung” pada sel efektor1.
Seperti halnya
Epinefrin, efedrin bekerja pada reseptor α, α1, α219. Efek pada α1
di perifer adalah dengan jalan menghambat aktivasi adenil siklase. Efek pada α1
dan α2 adalah melalui stimulasi siklik-adenosin 3-5 monofosfat. Efek α1 berupa
takikardi tidak nyata karena terjadi penekanan pada baroreseptor karena efek
peningkatan TD20. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan
melalui pelepasan NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya
takifilaksis (pemberian efedrin yang terus menerus dalam jangka waktu singkat
akan menimbulkan efek yang makin lemah karena semakin sedikitnya sumber NE yang
dapat dilepas, efek yang menurun ini disebut takifilaksis terhadap efek
perifernya.21 Hanya I-efedrin dan efedrin rasemik yang digunakan
dalam klinik20.
Efedrin yang diberikan masuk ke dalam
sitoplasma ujung saraf adrenergik dan mendesak NE keluar21. Efek
kardiovaskuler efedrin menyerupai efek Epinefrin tetapi berlangsung kira-kira
10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat juga biasanya tekanan diastolic,
sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian
disebabkan oleh vasokontriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang
meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung
mungkin tidak berubah akibat reflex kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan
darah. Aliran darah ginjal dan visceral berkurang, sedangkan aliran darah
koroner, otak dan otot rangka meningkat. Berbeda dengan Epinefrin, penurunan
tekanan darah pada dosis rendah tidak nyata pada efedrin20.
EPINEFRIN
(ADRENALIN)
Adrenalin (epinephrine),
adalah hormon katekolamin yang dihasilkan oleh bagian medula kelenjar adrenal,
dan suatu neurotransmitter yang dilepas oleh neuron-neuron tertentu yang
bekerja aktif di sistem saraf pusat. Epinephrin merupakan stimulator yang kuat
pada reseptor adrenergik sistem saraf simpatis, dan stimulan jatung yang kuat,
mempercepat frekuensi denyut jantung dan meningkatkan curah jantung,
meningkatkan glikogenolisis, dan mengeluarkan efek metabolik lain.
Epinephrine disimpan dalam granul kromatin dan akan dilepas sebagai respon
terhadap hipoglikemia, stres dan rangsangan lain22.
Preparat sintetik epineprine bentuk
levorotatori digunakan sebagai vasokonstriktor topikal, stimulan
jantung, dan bronkodilator, dapat diberikan secara intranasal,
intraoral, parenteral, atau inhalasi. Sedangkan norephineprine (noradrenalin)
adalah suatu katekolamin alamiah atau neurohormon yang dilepaskan oleh saraf
adrenergik pasca ganglion dan beberapa saraf otak, juga disekresi oleh medula
adrenal sebagai respon terhadap rangsangan splanchnicus dan disimpan
dalam granul kromafin. Norepineprine merupakan neurotransmitter utama
yang bekerja pada reseptor adrenergik α- dan β1. Norephineprine merupakan
vasopressor kuat dan biasanya dilepaskan dalam tubuh sebagai respon
terhadap hipotensi dan stres. Preparat farmasi senyawa norephinephrine biasanya
dalam bentuk garam bitartat22.
FENTANYL
Fentanyl termasuk obat
golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang
nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk
menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada
kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat
untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya
untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika23.
Fentanyl bekerja di dalam
sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga
disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama
dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya
sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan
secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan
penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan
dihentikan23.
2 komentar:
Mau tanya soal stase bedah, dok (meskipun ni soal anestesi). Klo di film2 kan waktu pasien mengalami cardiac arrest di meja operasi, pasti dikasih epinefrin buat menstimulasi detak jantung. Nah, padahal secara alami otak selalu mensekresikan epinefrin dgn norepinefrin sekaligus. Apa waktu OP yg diinjeksikan beneran cuma epi aja? Gak plus norepi juga ya? Apa keseimbangan penambahan norepi gak diperlukan?
epinefrin dan noreprinefrin bekerja sinergis artinya sebagian besar kerja obatnya itu sama, jadi klo diberikan keduanya sekaligus maka akan terjadi over dosis krna efek keduanya yg hampir sama. oleh karena itu pada kasus henti jantung pemberian epinefrin saja sudah cukup untuk memacu/meningkatkan jumlah dan kekuatan denyut jantung, dan sekaligus membuat vasokontiksi vaskular.
Posting Komentar