Pages

Ads 468x60px

Labels

Jumat, 18 November 2011

Kualitas Hidup pada Anak dan Dewasa Penderita Rhinitis Alergika


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang mekanisme ini diperantarai oleh IgE.1
Rhinitis alergi terjadi karena sistem kekebalan tubuh kita bereaksi berlebihan terhadap partikel-partikel yang ada di udara yang kita hirup. Sistem kekebalan tubuh kita menyerang partikel-partikel itu, menyebabkan gejala-gejala seperti bersin-bersin dan hidung meler. Partikel-partikel itu disebut alergen yang artinya partikel-partikel itu dapat menyebabkan suatu reaksi alergi.1,2
Rhinitis alergi merupakan penyakit umum dan sering dijumpai. Prevalensi penyakit rhinitis alergi pada beberapa Negara berkisar antara 4.5-38.3% dari jumlah penduduk dan di Amerika, merupakan 1 diantara deretan atas penyakit umum yang sering dijumpai. Meskipun dapat timbul pada semua usia, tetapi 2/3 penderita umumnya mulai menderita pada saat berusia 30 tahun. Dapat terjadi pada wanita dan pria dengan kemungkinan yang sama. Penyakit ini herediter dengan predisposisi genetic kuat. Bila salah satu dari orang tua menderita alergi, akan memberi kemungkinan sebesar 30% terhadap keturunannya dan bila kedua orang tua menderita akan diperkirakan mengenai sekitar 50% keturunannya .3

Ulkus Kornea



BAB I
PENDAHULUAN

Vision 2020 “The Right to Sight” merupakan  sebuah program inisiatif global untuk mengeliminasi kebutaan yang dapat dihindari, yang merupakan program  gabungan World Helth Organization (WHO) dan International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB). Data WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa ada 45 juta penderita kebutaan di dunia, dimana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Hal ini berarti ada 12 orang menjadi buta tiap menit di dunia, dan 4 orang diantaranya berasal dari Asia tenggara, sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Sebagian besar tunanetra di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi lemah. 1,2
Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia, yaitu mencapai 1,5% dari jumlah penduduk. Penyebab utama kebutaan  adalah  katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), kelainan di retina (0,13%), serta kelainan di kornea (0,10%).3
Berdasarkan  data di atas tampak bahwa penyakit pada kornea menempati urutan  lima besar penyebab kebutaan di Indonesia. Data WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa ulkus kornea merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dalam pembangunann dunia yang dapat menyebabkan morbiditas berkepanjangan, kehilangan penglihatan, dan dibanyak kasus menyebabkan kehilangan kedua mata.2

Patofisiologi Rokok ke Paru



PATOFISIOLOGI ROKOK KE PARU

   Asap rokok mengandung 4000 zat kimia berbahaya bagi kesehatan dan terdapat lebih dari 200 macam racun (Mu’tadin, 2007). Asap rokok itu mengandung antara lain karbon monoksida (CO) , nikotin, dan polycyclic aromatic hidrocarbon yang mengandung zat pemicu terjadinya kanker (tar, benzopyrenes,, nitroso-nor-nicotin, kadmium, hydrogen cyanide, vinyl chlorid, toluane, arsanic, phenol butana, amonia, methanol, acaton) selain itu asap. 1
  Rokok yang dihirup juga mengandung komponen gas dan partikel yang berbahaya (Guidotti et al, 2007). Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan beracun pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam tembakau ini sangat adiktif, dan mempengaruhi otak dan system saraf. Efek jangka panjang penggunaan nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan (Hans, 2003). Tar, mengandung zat kimia sebagai penyebab terjadinya kanker dan menganggu mekanisme alami pembersih paru-paru, sehingga banyak polusi udara tertinggal menempel di paru-paru dan saluran bronchial. Tar dapat membuat system pernapasan terganggu salah satu gejalanya adalah pembengkakan selaput mucus .1

Thalassemia


BAB I
PENDAHULUAN

I.I  Latar Belakang

Thalassemia merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan merupakan penyakit keturunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita thalassemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) thalassemia, dan 25% kemungkinan bebas thalassemia . Sebagian besar penderita thalassemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun 1.
Thalassemia juga merupakan sindroma kelainan darah herediter yang paling sering terjadi di dunia, sangat umum dijumpai di sepanjang sabuk thalassemia yang sebagian besar wilayahnya merupakan  endemis malaria. Heterogenitas molecular penyakit tersebut baik carrier thalassemia-α maupun carrier thalassemia-β sangat bervariasi dan berkaitan erat dengan pengelompokan populasi sehingga dapat dijadikan petanda genetic populasi tertentu2.

Penanganan Kegawatdaruratan Respirasi



Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. Sumbatan jalan nafas merupakan salah satu penyebab kematian utama yang kemungkinan masih dapat diatasi. Penolong harus dapat mengenal tanda-tanda dan gejala-gejala sumbatan jalan nafas dan menanganinya dengan cepat walaupun tanpa menggunakan alat yang canggih.
Sumbatan jalan nafas dapat dijumpai baik di dalam rumah sakit maupun di luar rumah sakit. Di luar rumah sakit misalnya penderita tersedak makanan padat sehingga tersumbat jalan nafasnya, sedangkan di dalam rumah sakit misalnya penderita tidak puasa sewaktu akan dilaksanakan pembedahan sehingga dapat terjadi aspirasi yang dapat menyumbat jalan nafasnya.

2.1 Definisi
Resusitasi adalah daya upaya untuk mengembalikan fungsi hidup dan kesadaran dari seseorang yang sudah mendekati kematian5. Resusitasi paru adalah tindakan dan bantuan untuk mengembalikan fungsi paru yang telah gagal.

2.2 Fisiologi pernafasan1
Respirasi ialah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dalam lingkungan sekitarnya. Pada manusia dikenal dua macam respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi eksternal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitarnya. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu:
1.      Ventilasi: proses masuk udara sekitar dan pembagian udara tersebut ke alveoli
2.      Distribusi: distribusi dan pencampuran molekul-molekul gas intrapulmoner
3.      Difusi: masuknya gas-gas menembus selaput alveolo-kapiler
4.      Perfusi: pengambilan gas-gas oleh aliran darah kapiler paru yang adekuat.

Sabtu, 12 November 2011

Anestesi Spinal


Definisi
            Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L56.

Mekanisme Kerja Anestesi Regional
Zat anestesi lokal memberikan efek terhadap semua sel tubuh, dimana tempat kerjanya khususnya pada jaringan saraf. Penggunaan pada daerah meradang tidak akan memberi hasil yang memuaskan oleh karena meningkatnya keasaman jaringan yang mengalami peradangan sehingga akan menurunkan aktifitas dari zat anestesi lokal (pH nanah sekitar 5)8. Anestesi lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja. Sebagaimana diketahui, potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat (sekilas) pada permeabilitas membran terhadap ion Na akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses inilah yang dihambat oleh obat anestesi lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap perubahan voltase muatan listrik (voltase sensitive Na+ channels). Dengan bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman (safety factor) konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian mengakibatkan kegagalan konduksi saraf8,9.

Obat-Obat Anestesi Lokal


Anestesi lokal adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.3
Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot. Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:
1.      Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
2.      Batas keamanan harus lebar
3.      Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran mukosa
4.      Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama
5.      Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.

Selasa, 01 November 2011

Terapi Cairan Pada Syok Hipovolemik



1 Terapi Umum
A.     Letakkan pasien pada posisi terlentang kaki lebih tinggi agar aliran darah otak minimal. Gunakan selimut untuk mengurangi pengeluaran panas tubuh. 4
B.     Periksa adanya gangguan respirasi. Dagu ditarik kebelakang supaya posisi kepala menengadah dan jalan nafas bebas, beri O2 kalau perlu diberi nafas buatan. 4
C.     Pasang segera infus cairan kristaloid dengan kandungan besar (18,16). 4
D.     Lakukan pemeriksaan fisik yang lengkap termasuk kepala dan punggung. Bila ktekadan darah dan kesadaran relative normal pada posisi terlentang, coba periksa dengan posisi duduk atau berdiri. 4
E.      Keluarkan darah dari kanul intra vena untuk pemeriksaan labolatorium: darah lengkap, penentuan golongan darah, analisa gas darah elektrolit. Sampel darah sebaiknya diambil sebelum terapi cairan dilakukan. Pada syok hipovolemik, kanulasi dilakukan pada vena savena magna atau vena basilica daengan kateter yang panjang untuk kanulasi vena basilika dapat sekaligus untuk mengukur  tekanan vena sentral (TVS). 4
F.      Peubahan nilai PaCO2, HCO3, dan PH pada analisa gas darah dapat dipakai sebagai indicator beratnya gangguan fungsi kardiorespirasi, derajat asidosis metabolik dan hipoperfusi jaringan. 4
G.     Beri oksigen sebanyak 5-10 L/menit dengan kanul nasal adatau sungkup muka dan sesuaiakan kebutuhan oksigen PaO2. Pertahanankan PaO2 tetap di atas 70 mmHg. 4